Ekonomi kami tumbuh pesat

Seorang pejabat Negeri Sahabat berkunjung ke kantor Bapak Petinggi kita yang kantornya ada di Jakarta. Ia datang tanpa kawalan mobil atawa motor patroli, sehingga ia datang terlambat.

“Maaf Bapak, saya datang ke terlambat nih! Jalan macet di mana-mana. Padahal hotel tempat saya menginap jaraknya tak sampai sepuluh kilometer dari kantor Bapak.”

Petinggi kita tersenyum ramah. Ia sambut tamunya dengan jabat tangan erat dan tak lupa cipika-cipiki.

“Oh, no problem. Kami sudah biasa terlambat. Kemecetan jalanan ibukota kami, pertanda ekonomi kami tumbuh sangat pesat!”

“Kenapa begitu, Bapak?”

“Tanda kemakmuran rakyat kami. Kalau Pak Mister perhatikan tadi, semua jenis mobil ada di jalanan. Kalau dilihat lebih teliti, satu mobil hanya berisi satu orang. Tahukah Pak Mister, beberapa banyak di antara mereka masih punya mobil lain yang nganggur di garasinya. Rakyat kami kaya-kaya, tak heran pertumbuhan kaum kelas menengah meningkat tajam.” read more

Onta kurus kering

Satu persatu koleksi hewan di kebun binatang Kota Angsa mati mengenaskan. Seekor gorila mati terjerat oleh tali yang biasa ia gunakan untuk bermain ayun-ayunan. Lalu, buaya seberat hampir setengah ton ditemukan tewas di kandangnya dengan mulut menganga. Di ujung tenggorokannya, ada kayu yang melintang. Rupanya buaya itu menelan kaso, entah siapa yang memasukkan potongan kayu itu ke mulut buaya.

Seekor beruang duduk terpekur di pojok kandang, dengan perut membesar. Bukan karena kekenyangan namun ia terkena busung lapar. Sementara itu, di dekat kandang gajah yang sudah kosong terdapat seekor onta yang mulutnya tak berhenti merintih. Onta itu keadaannya sangat memprihatinkan. Badannya kurus kering. Ia tak kuat berdiri. read more

Kapan nyolongnya?

Suwandi berjalan mlipir menuju rumah Pakde Wongso yang jaraknya hanya sepelemparan sendal. Ia kuatir dipergoki oleh istrinya. Ia membawa misi rahasia yang mesti segera disampaikan kepada sesepuh Kampung Pakis Kidul itu.

Ia diterima oleh Pakde Wongso di pendapa rumah. Dengan takzim, Pakde Wongso mendengar penuturan Suwandi. Tak lama kemudian, ia menyalami dan menepuk punggung Suwandi yang umurnya sepantaran dengan anak ragilnya.

“Selamat… selamat… sebentar lagi kamu jadi bapak, le. Terus piye?” read more