Cucu Gino, Kecewa Jokowi dan Pak Ganjar

Judul: Hitam Putih Ganjar • Editor: Bambang Setiawan • Penerbit: Kompas, 2023 • Tebal: xvi+376 hal

Iseng saya melihat status WA Gino. Ia memasang foto dirinya sedang menggendong bayi yang sedang dipotong rambutnya. Ia memberi caption: ya Allah, semoga cucuku kelak menjadi anak yang soleh.

Pada saat ia menyajikan kopi siang, saya bertanya kepadanya, “Iki fotone sopo, No? Sambil saya tunjukkan status WA-nya yang ada foto dirinya menggendong bayi tersebut.

“Akikah putu lanang, pak!” jawab Gino tersenyum bangga.

“Wah calon pemimpin masa depan kuwi, No. Saya doakan semoga si jabang bayi sehat seger waras, kelak menjadi anak yang soleh dan menjadi kebanggaan bagi keluarganya,” kata saya. read more

Menjadi santri Gus Baha

Judul: Bahagia Beragama Bersama Gus Baha • Penulis: Khoirul Anam • Penerbit: Quanta, 2022 • Tebal: xv+144 hal

Saya ini Jamaah Yutubiyah – mengaji via kanal Yutub – kepada para Kiai yang isi ceramahnya menenteramkan jiwa saya. Ada banyak sekali ustadz atau kiai yang ceramahnya di-up load di Yutub, baik penceramah karbitan yang tidak jelas sanad keilmuannya, hingga mereka yang benar-benar orang alim yang ilmunya mencerahkan  bagi mendengar atau mengikuti kajiannya.

Awal saya mengenal Gus Baha dari status WA kawan saya. Ia sering memasang status ceramah Gus Baha, ringan interesan. Dalam ceramahnya, Gus Baha mengembalikan marwah agama yang sebenarnya. Agama terasa sangat mudah untuk dipahami dan diamalkan. Agama menjadi sumber kebahagiaan. Sejak saat itu, saya ‘menjadi santri Gus Baha” ya sebagai Jamaah Yutubiah itu – menyimak pengajiannya melalui kanal Yutub. read more

Takdir: kehidupan Diponegoro di pengasingan

Judul: Takdir Riwayat Pengeran Diponegoro (1785-1855) • Penulis: Peter Carey • Penerbit: Kompas, 2014 • Tebal: xxxvii+434 hal

Pada awal Maret 1837, persis sebelum pemerintah kolonial Belanda memberlakukan pembatasan-pembatasan baru pada ruang geraknya, Diponegoro menerima kedatangan tamu istimewa di kediamannya yang panas dan sesak di Fort Rotterdam itu. Dia adalah Pangeran Hendrik Sang Pelaut (Prins Hendrik de Zeevaarder) (1820-79), yang masih berusia 16 tahun, putra sulung Raja Willem II (memerintah, 1840-9), yang sedang melakukan pelayaran jarak jauh dari Eropa ke Hindia Belanda dengan pengawalan tutornya, Pieter Arriëns (1791-1860), kapten kapal fregat Bellona. Pada 10 Maret, pangeran muda ini menulis surat untuk ayahnya (Wassing-Visser 1995:246): read more