Kenya kapuranta

Adipati Anom adalah putra mahkota Prabu Amangkurat, raja Mataram. Pada suatu hari ia dipanggil oleh ayahnya itu dan ditanya apakah sudah mempunyai calon istri yang kelak menjadi permaisuri jika ia menjadi raja Mataram. Ia menggelengkan kepala pelan, melengkapi jawaban yang disampaikan kepada ayahnya kalau ia belum mempunyai calon permaisuri.

“Ya, sudah. Pergilah ke Cirebon!”

Prabu Amangkurat menitahkan putranya itu untuk menghadap Adipati Cirebon yang diketahui mempunyai anak gadis yang jelita. Esoknya, Adipati Anom berangkat ke Kadipaten Cirebon.

Sampai di Kadipaten Cirebon, ia menyampaikan hajatnya kepada Adipati Cirebon kemudian ia diperkenalkan dengan putri Adipati. Memang cantik sih, tapi sikap angkuh gadis itu yang membuat Adipati Anom tidak berkenan. read more

Sedah-Panuluh dan Kakawin Mahabharata

Namaku Panuluh, sebuah nama pemberian kakekku yang berarti berbakat, cerdas, dan sangat kreatif. Aku adalah adik seperguruan Mpu Sedah waktu kami melakukan studi di salah satu universitas di Negeri Hindustan sana.

Hari ini aku berduka setelah mendengar kabar kalau Mpu Sedah menjadi tahanan Prabu Jayabaya di penjara bawah tanah. Sangat keji tuduhan yang ditimpakan kepadanya. Ah, Prabarini. Perempuan yang sedang matang-matangnya itu memang cinta sejati Mpu Sedah. Bahkan ia rela tidak beristri, sejak Prabarini dinikahkan dengan Jayabaya.

Aku bergegas menuju istana, aku sedang ditunggu oleh penguasa Kerajaan Kediri. Aku tidak tahu agenda pemanggilanku ke istana.

“Karena besok Mpu Sedah akan aku gantung, aku titahkan kepadamu untuk melanjutkan proyek menerjemahkan wiracarita Mahabharata yang kemarin dikerjakan oleh Mpu Sedah!” ujar Jayabaya mengejutkanku.

“Sendika Gusti Prabu,” aku menghaturkan sembah, dan hanya kalimat itu yang mampu keluar dari mulutku.

Setelah undur dari hadapan raja, aku segera menuju penjara bawah tanah untuk menemui Mpu Sedah yang menjadi senior sekaligus mentor terbaikku.

Sesampai di hadapannya, aku menyampaikan rasa duka yang mendalam atas apa yang menimpanya kini, sekaligus menceritakan hasil pertemuan dengan Prabu Jayabaya.

“Sebetulnya aku ragu bisa melanjutkan proyek Kakawin Mahabharata itu, Kakang. Apalagi tanpamu,” kataku tertunduk di hadapan Mpu Sedah. read more

Sedah dan Prabarini

Sudah lebih dari enam bulan aku mengerjakan proyek yang diberikan Prabu Jayabaya kepadaku. Entah mengapa ketika memasuki pupuh yang menceritakan kisah asmara Narasoma-Pujawati tak satupun kata bisa aku torehkan dalam lembaran rontal.

Setelah melalui beberapa pertimbangan, aku memberanikan diri menghadap Prabu Jayabaya untuk mengutarakan isi fikiran yang mampat di otakku. Tak biasanya aku segrogi ini memasuki halaman istana Kadiri.

“Sudah sampai di mana kepenulisanmu, Mpu?” Prabu Jayabaya bertanya kepadaku tentang wiracarita Mahabharata yang sedang aku tulis. Ia memberi proyek kepadaku untuk menerjemahkan naskah Mahabharata yang berasal dari Negeri Hindustan ke dalam bahasa Kawi.

“Seharusnya sudah masuk ke bab Narasoma dan Pujawati, Gusti Prabu. Untuk itulah aku menghadap kepadamu untuk minta izin menulis bab tersebut di istana ini,” ucapku kepada Raja Kadiri. “Tentu saja dengan didampingi oleh permaisurimu, Prabarini.” read more