Ngèngèr

Kehilangan arah. Itulah yang aku rasakan saat itu. Aku mesti mencari ke mana? Kesasar? Aku adalah anak kecil seusia dua bulan ditinggal oleh ibu dan saudara-saudaraku. Atau malah aku yang meninggalkan mereka?

Malam itu jalanan masih ramai, ibu membawa kami ke sebuah warteg – ia berharap ada sisa ikan atau potongan ayam di bawah kursi – yang kemudian akan kami makan bersama-sama. Waktu itu, aku malah asyik mengejar sampah kertas yang terbawa angin. Aku berlari menjauhi warteg. Dan aku pun bingung ke arah mana untuk kembali ke ibu dan saudara-saudaraku.

Aku memanggil nama mereka – lantang sekali – sesekali menangis. Dalam keadaan perut lapar dan menahan rasa haus aku terduduk di samping bak sampah di depan sebuah rumah bercat putih sambil menahan tangisku. Malam itu aku tidak bisa tidur, bahkan masih terjaga menjelang subuh. read more

Kesedihan bisa mengacaukan segalanya

Sumarni – perempuan berbaju kuning, menangis sejadi-jadinya begitu mendapatkan kabar kalau anak bungsunya mati tenggelam saat bermain di sebuah bendungan kali ujung desanya. Ponsel jadul masih dalam genggamannya, belum sempat ia matikan. Suara yang tadi mengabarkan berita duka masih berteriak hola-halo menunggu sahutan dari perempuan itu. Tetapi Sumarni masih menangis bahkan ditingkahi dengan teriakan histeris.

Lengking suara tangis histeris milik Sumarni telah mendatangkan kerumunan dari orang-orang yang sedang melakukan transaksi jual beli di sebuah pasar kota. Tak terkecuali bagi seorang pencopet pasar. Kerumunan orang yang semakin banyak memberikan kesempatan baginya mengutil dompet orang yang lengah. Ada tiga dompet yang sudah berpindah ke tangannya, termasuk dompet milik Sumarni, perempuan yang tengah kehilangan anak bungsunya itu. read more

Diculik jin#2

Cerita ini sambungan dari: Diculik jin#1

Setelah sarapan, saya menikmati sejuknya angin pagi Laut Jawa. Beberapa jam lagi, Kapal Kelimutu yang saya tumpangi dari Banjarmasin akan berlabuh di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Angin laut memainkan rambut saya yang sudahs setahun tidak saya potong.

Ah, akhirnya saya meninggalkan Kalimantan juga. Pengambilan keputusan saya untuk berhenti bekerja terbilang sangat cepat, karena beberapa teman mengambil cuti pulang ke Jawa dan saya ingin pulang bersama mereka. Pulang ramai-ramai pasti mengasyikkan dan kami memilih menggunakan moda transportasi laut.

Dari camp kami naik perahu menuju ke Kota Puruk Cahu. Dari sini kami naik bus ke Banjarmasin, dengan tujuan akhir di Pelabuhan Trisakti. Hampir setahun saya tidak ketemu orang tua, membuat perjalanan berasa sangat lambat. read more