Kesedihan bisa mengacaukan segalanya

Sumarni – perempuan berbaju kuning, menangis sejadi-jadinya begitu mendapatkan kabar kalau anak bungsunya mati tenggelam saat bermain di sebuah bendungan kali ujung desanya. Ponsel jadul masih dalam genggamannya, belum sempat ia matikan. Suara yang tadi mengabarkan berita duka masih berteriak hola-halo menunggu sahutan dari perempuan itu. Tetapi Sumarni masih menangis bahkan ditingkahi dengan teriakan histeris.

Lengking suara tangis histeris milik Sumarni telah mendatangkan kerumunan dari orang-orang yang sedang melakukan transaksi jual beli di sebuah pasar kota. Tak terkecuali bagi seorang pencopet pasar. Kerumunan orang yang semakin banyak memberikan kesempatan baginya mengutil dompet orang yang lengah. Ada tiga dompet yang sudah berpindah ke tangannya, termasuk dompet milik Sumarni, perempuan yang tengah kehilangan anak bungsunya itu.

Kehilangan anak, sekaligus kehilangan dompet seisinya.

Semua orang penasaran apa yang menyebakan Sumarni menangis dengan nada yang begitu menyayat hati. Memilukan.

“Anakku mati!!!!”

Teriakan tanpa pelantang itu telah menyadarkan orang-orang yang mengerumuni, kalau perempuan berbaju kuning yang menangis di tengah pasar itu sedang berbelasungkawa. Sumarni segera berlari keluar dari keramaian pasar. Ia tak memerdulikan tas belanjaannya, ditinggal begitu saja.

Angkot yang sedang menunggu penumpang ia paksa untuk segera berangkat. Supir angkot bergeming. Ia segera berlari mencari angkot lain. Sama saja. Angkot berikutnya tak mau berangkat sebelum angkot yang ngetem duluan penuh dengan penumpang. Sumarni pun berlari ke pangkalan ojek. Ada satu ojek di sana, motor tua, setua pemiliknya.

Laju ojek tidak sesuai keinginan Sumarni yang sedang memburu waktu. Ia minta agar laju ojek dipercepat. Sudah mentok. Mata pengemudi ojek yang sudah rabun tidak melihat lampu merah. Diterjang saja.

Brakkk!!

Ojek menabrak pembatas jalan. Oleng. Jatuh terjerembab di saluran. Sumarni itu mengumpat. Kalut. Segera bangkit dan masuk ke dalam angkot yang kebetulan lewat di dekatnya. Belum lima menit berada di angkot, ia menyadari telah salah masuk angkot jurusan lain. Ia memberi aba-aba ke supir kalau mau turun karena salah jurusan.

Tanpa melihat kiri-kanan, ketika kakinya belum sempurna menginjak aspal angkot sudah keburu jalan. Sumarni jatuh berguling-guling. Dari arah belakang angkot, ada motor melaju dengan kencang dan melindas kepala Sumarni.

***

Dengan cekatan, tenaga medis mengangkat tubuh Sumarni masuk ke ambulans untuk dibawa ke rumah sakit terdekat. Di perjalanan ia menghembuskan nafas yang terakhir kali.

Ia mati dalam kondisi gegar otak.