Nglaras rasa

Tiga minggu lalu saya menengok ibu sekaligus nyekar ke makam bapak – tentu saja juga ke makam simbah, secara bulan sudah masuk Ruwah, menjadi adat orang Indonesia menengok dan mendoakan para marhum sebelum masuk bulan Puasa.

Selepas subuh saya berangkat ke makam. Sepulang nyekar saya duduk di balai kayu bikinan tangan bapak, yang terletak di teras rumah. Ibu telah membuatkan kopi hitam dan ubi goreng sebagai kudapan yang ditaruh di balai kayu tersebut.

Matahari belum juga meninggi. Pagi-pagi duduk di teras, menyeruput kopi dan tidak melakukan apa-apa. Hmm, sebahagia inikah menjadi seorang pensiunan?

Bapak saya dulu sering duduk di sini berlama-lama. Hanya dengan diam, meskipun sesekali terdengar dehem-nya saat tenggorokannya gatal. Ia sibuk dengan fikirannya. Kalau pun beranjak dari duduknya, itu pun saat pada kondisi mendesak seperti sudah kebelet pipis. Selebihnya ia akan kembali duduk di balai kayu kesayangannya, atau menuju dipan untuk tidur.

Hampir selama 30 tahun Bapak menikmati masa pensiunnya (setelah 25 tahunan ia menjadi aparatur sipil negara). Dan ia baik-baik saja, secara kesehatan fisik dan mentalnya.  Hmm, sebahagia itukah menjadi seorang pensiunan? 

Seperti halnya bapak saya, mBah Kakung saya dulu juga suka duduk di teras rumah mengisi waktu masa tuanya. Mungkin ia juga menikmati 30 tahun (atau malah lebih) masa pensiunnya.  Saya tak ingat benar.

Sepanjang ingatan saya, waktu saya masih SD dulu mBak Kakung sudah pensiun dari tugasnya sebagai aparat keamanan negara. Ia suka duduk di balai bambu (bisa jadi juga hasil karya tangannya) – yang sudah mengkilap karena keseringan tergesek sarung atau celanannya saat ia menduduki bilah bambunya. Kalau sedang duduk di singgasanya itu, mata mBah Kakung menatap ke arah depan, bisa jadi ia sedang mengamati pohon cengkih yang tengah berbunga atau ia sedang menghitung jumlah butir kelapa yang berwarna kuning gading.

Sesekali ia menganggukkan kepalanya ketika ada orang yang lewat dan menyapanya: ndhèrèk langkung, mbah!

mBah Kakung dan Bapak telah selesai dengan dirinya sendiri. Mereka menikmati masa tuanya dengan cara yang sederhana: duduk di teras, menyeruput kopi dan tidak melakukan apa-apa. Cara mereka meninggal dunia pun dalam keadaan damai dan tenang.

Saya ingin seperti itu.