Gino mantu

Sejak Gino ditugaskan di pantry lantai 5, mas Suryat jarang bertemu muka dengannya. Komunikasi dengannya dilakukan dengan WA, terutama urusan penyediaan makan siang. Kali ini WA Gino ke mas Suryat agak berbeda: ingin menghadap.

“Seminggu ke depan saya cuti pak. Untuk urusan makan siang bapak pesan saja ke yang lain,” ujar Gino membuka percakapan. Ia duduk manis di depan mas Suryat, tangannya menggenggam sebuah amplop undangan.

Arep ana acara apa, kok cuti?” tanya mas Suryat.

Badhe mantu, pak!” jawab Gino sambil mengulurkan amplop undangan yang digenggamnya itu. “Daripada anaknya pacaran wae, sekalian saja saya nikahkan pak.”

read more

Saldo nol

Jangan mudah menerima kebaikan orang lain, karena siapa tahu kita tidak bisa membalas kebaikan itu. Bisa jadi orang yang memberikan kebaikan tadi menganggap diri kita tak tahu diri, apalagi jika orang tersebut ada pamrih di balik pemberian kebaikan tadi. Ujung-ujungnya tidak mengenakkan hati dan lama-lama tumbuh suatu kebencian.

Siapa sih yang tak senang dibantu orang lain ketika kita sedang mengalami suatu kesulitan? Apalagi jika kesulitan itu terkait utang-piutang!

***

Zaman berubah dengan sangat cepat, namun perubahan itu ndak sebanding dengan kecepatan bertambahnya penghasilan kita setiap bulannya. Apakah gaji tersebut akan dapat menutupi kebutuhan hidup yang makin banyak? Apakah gaji tersebut akan bersaldo cukup untuk sedikit nambah tabungan atau selalu bersaldo nol? Ah, ngomongin gaji sih nggak ada habis-habisnya. Intinya mah, saldo nol ndak apa-apa asal semuanya telah tercukupi. Pendapatan sama dengan pengeluaran. Bak-buk. read more

Cemburu rejeki orang

Jika ada orang yang mencemburui rejeki orang lain, sesungguhnya ia sedang melakukan pekerjaan yang sia-sia bahkan telah melukai hatinya sendiri. Pada suatu siang, Jaka Sulaya datang ke meja Mas Suryat untuk mengobati luka di hatinya, gara-gara mencemburui rejeki Cak Kamingsun, yang menurut pengamatannya kok selalu dlidir mendatangi Cak Kamingsun.

“Rejeki itu tidak bisa ditiru, tiap orang sudah punya jatah dan cetakannya, alias sudah ada takarannya,” demikian kata bijak yang keluar dari mulut Mas Suryat mengutip dari para waskita.

“Saya nggak mudeng rembugan sampeyan, Mas!” sergah Jaka Sulaya, sengol. read more