Hanoman Duta

Pagi ini aku malas beranjak dari tempat tidurku. Sebetulnya sejak pertama kali terdengar ayam berkokok mataku sudah terbuka dan sejak itu sulit untuk terpejam. Dari jendela kamar sinar matari mulai menerangi halaman rumahku yang tak seberapa luas. Aku bisa melihat dengan jelas, bunga wijaya kusuma yang mekar semalam masih belum layu.

Ah! Mengapa pagi-pagi seperti ini ada orang yang mengetuk pintu rumahku keras-keras?

Dengan langkah lunglai aku menuju pintu dan membukanya. Seseorang telah berdiri di depan pintu dengan wajah serius dan membuka percakapan tanpa basa-basi: Hanoman, engkau diminta menghadap Prabu Rama. Sekarang juga!

***

Aku duduk bersila di hadapan Prabu Rama dan segera saja ia memberikan titahnya: segeralah berangkat ke Alengka untuk melihat keadaan istriku yang sudah sebulan ini diculik oleh Rahwana. read more

Jangan abaikan titah ibu

Gandari bersedih hati. Perang Bharatayuda yang berlangsung hingga hari ketujuh belas telah menghilangkan nyawa sebanyak sembilan puluh sembilan anak yang lahir dari rahimnya. Tinggal Suyudana saja yang masih hidup. Sebagai seorang ibu yang melahirkan seratus anak, kematian satu per satu adik-adik Suyudana itu membuat pilu hatinya.

Agar Suyudana memenangkan pertempuran esok harinya, ia memanggil putra sulungnya itu untuk menghadap kepadanya. Ia tak mau anak keturunannya musnah gara-gara perang saudara di Padang Kurusetra tersebut.

Ia berpesan kepada Suyudana, saat menghadap kepadanya ia harus dalam keadaan telanjang bulat dan sebelumnya agar mandi terlebih dahulu. Sebagai tanda bakti anak kepada ibunya, Suyudana memenuhi permintaan ibu tanpa bertanya alasan kenapa mesti telanjang. read more

Banjaran Basusena Karna

Kalangan

Para prajurit dari Klan Pandawa dan Klan Kurawa membuat kalangan, membentuk lingkaran besar di padang rumput Kurusetra. Hari itu jadwal perang tandingku melawan Arjuna. Aku sudah berdiri di kereta perangku, Salya yang mengendalikan kereta. Di seberang sana, aku lihat Arjuna pun telah berdiri dengan gagahnya di atas keretanya. Aku cukup terkejut mengetahui kalau Kresna menjadi kusir keretanya. Inilah perang tanding yang ditunggu banyak orang, perang kakak-adik. Sekilas aku melihat Kunti yang berada di pinggiran padang Kurusetra menyeka air matanya. Ibu mana yang tidak remuk hatinya menyaksikan dua putra kandungnya berseteru, melakukan perang tanding.

Kelingan

Jika engkau bertanya mengapa aku membela Kurawa, bukan berpihak kepada Pandawa yang merupakan saudara kandungku? Tentu engkau kelingan, ingat akan biografiku. Kunti tidak pernah mengatakan siapa ayahku. Ia mengandung diriku ketika ia berumur belasan tahun. Karena alasan menutup malu bagi wanita bangsawan hamil tanpa suami, aku yang masih bayi dilarung dan mulai saat itu hidupku mengikuti arah aliran sungai ke mana akan bermuara. Sudah menjadi nasibku, aku ditemukan dan dirawat oleh Adirata, seorang kusir kereta. Aku diberi nama Basusena, tetapi ayahku suka memanggilku Radheya, yang berarti anak dari Radha ibu angkatku. Betapa menyedihkan hidup di masyarakat yang menjunjung tinggi kasta. Karena ayah angkatku berkasta suta, maka akupun mengikuti kastanya, sebuah kasta rendahan yang sering dicemooh oleh masyakarat kasta tinggi. read more