Jangan mudah menerima kebaikan orang lain, karena siapa tahu kita tidak bisa membalas kebaikan itu. Bisa jadi orang yang memberikan kebaikan tadi menganggap diri kita tak tahu diri, apalagi jika orang tersebut ada pamrih di balik pemberian kebaikan tadi. Ujung-ujungnya tidak mengenakkan hati dan lama-lama tumbuh suatu kebencian.
Siapa sih yang tak senang dibantu orang lain ketika kita sedang mengalami suatu kesulitan? Apalagi jika kesulitan itu terkait utang-piutang!
***
Zaman berubah dengan sangat cepat, namun perubahan itu ndak sebanding dengan kecepatan bertambahnya penghasilan kita setiap bulannya. Apakah gaji tersebut akan dapat menutupi kebutuhan hidup yang makin banyak? Apakah gaji tersebut akan bersaldo cukup untuk sedikit nambah tabungan atau selalu bersaldo nol? Ah, ngomongin gaji sih nggak ada habis-habisnya. Intinya mah, saldo nol ndak apa-apa asal semuanya telah tercukupi. Pendapatan sama dengan pengeluaran. Bak-buk.
Kadangkala karena salah kelola pendapatan, akibatnya besar pasak daripada tiang. Maka tak heran bisnis utangan tumbuh pesat, baik yang dikelola oleh pribadi maupun yang berbadan hukum. Iming-imingnya sangat menggiurkan bahkan begitu mudah. Tinggal bongkar lemari, cari surat-surat penting milik sampeyan: Sertipikat Tanah, SK Pegawai, atau BPKB. Semua itu bisa jadi agunan untuk mendapatkan utang.
Apa sampeyan tertarik utang dengan bank plecit alias bank yang dikelola oleh orang-pribadi? Syaratnya semakin mudah. Bahkan kartu ATM bisa jadi agunan, alih-alih fotokopi KTP pun diterima.
Tak sedikit teman kita, punya utang di mana-mana. Semua surat sudah digadaikan, tinggal harga dirinya saja yang belum ia agunkan. Harga diri kadang juga tidak laku jika dijadikan agunan saat mengajukan utang kepada seorang teman, apalagi kalau punya reputasi buruk perkara membayar utang.
Enak saat cair utangannya. Nanti, ketika masa pengembalian utang telah tiba kepala mulai senat-senut. Di saat sampeyan pusing tujuh keliling mikirin semua utang yang harus dilunasi, tiba-tiba datang seseorang menawarkan kebaikannya.
“Pripun mas, kalau semua utang sampeyan saya bayari?”
“Waduh, matur nuwun sanget.”
“Tapi ada syaratnya…..!!!”
***
Saran saya, sampeyan jangan pernah mengeluh kalau punya utang banyak, soalnya orang yang punya utang itu ndak sampeyan sendiri, banyak sekali orang yang punya utang, termasuk saya.
Hidup tanpa utang itu kurang asoi, bukan?
Jangan pernah mengeluh juga kalau ndak punya uang, sebab bisa saja keluhan semacam ini bisa menjadi kenyataan.
Kunci utamanya adalah menyukuri apa yang didapat saat ini. Sebesar apa pun gaji yang diterima, kalau tidak ada rasa syukur tetap saja berasa kurang saja.
Saldo selalu nol ndak apa-apa, yang penting tidak punya utang. Itu kata teman saya. Mari kita belajar padanya, bagaimana ia bisa terbebas dari utang dan bisa hidup bahagia seperti itu.