Kapan nyolongnya?

Suwandi berjalan mlipir menuju rumah Pakde Wongso yang jaraknya hanya sepelemparan sendal. Ia kuatir dipergoki oleh istrinya. Ia membawa misi rahasia yang mesti segera disampaikan kepada sesepuh Kampung Pakis Kidul itu.

Ia diterima oleh Pakde Wongso di pendapa rumah. Dengan takzim, Pakde Wongso mendengar penuturan Suwandi. Tak lama kemudian, ia menyalami dan menepuk punggung Suwandi yang umurnya sepantaran dengan anak ragilnya.

“Selamat… selamat… sebentar lagi kamu jadi bapak, le. Terus piye?”

Lah, istri saya kan ngidam to Pakde. Dik Rahmini pengin rambutan Pakde yang ngrembuyung di halaman depan itu, je.”

“Ya, lekas kamu ambil genter sana. Ambil semaumu, orang ngidam kudu dituruti kekarepane. Mengko anakmu ngeces wae kan repot!”

Anu, Pakde. Caranya ndak begitu. Dik Rahmini minta supaya saya mendapatkan rambutan dengan cara nyolong.

Lah, terus rencana nyolonge kapan?”

~oOo~

Suwandi dan Rahmini menikah dua bulan lalu, pas musim rendheng. Musim penghujan. Mereka tinggal di Kampung Pakis Kidul masuk wilayah mBantul bagian pinggiran. Kampung nan asri, berudara sejuk. Apalagi bulan-bulan itu hujan sering menyambangi bumi.

Tiada hari tanpa mandi junub, ya ndak apa-apa wong namanya juga pengantin baru. Saking mempeng anggone olah asmara, kok ndilalah kersaning Gusti Allah, pada suatu sore ketika Suwandi pulang dari tempatnya bekerja diberi kejutan oleh istrinya, kalau ia hamil. Hasil tespek yang dilakukan oleh Rahmini menunjukkan kalau ia positif hamil.

Alangkah bahagianya sepasang suami istri itu. Suwandi membayangkan menjadi ayah, sedangkan Rahmini berbahagia sebentar lagi menjadi seorang ibu.

Malam itu Rahmini tak bisa memejamkan mata. Suwandi sudah mendengkur di sampingnya. Dengan lembut ia bangunkan suaminya.

“Mas Wandi, rasanya aku ngidam. Aku pengin makan rambutan.”

“Jam berapa ini, Dik? Tunggu sebentar, tak pergi ke bunderan kecamatan siapa tahu yang jual rambutan masih ada. Keinginan ngidam kan ndak bisa ditunda to?”

“Bisa, Mas. Besok saja cari rambutannya. Tapi ndak dengan beli.”

“Maksudmu piye, Dik?”

“Mas Wandi kudu nyolong rambutane Pakde Wongso. Ndak usah banyak-banyak, dua-tiga biji cukup!”

Semalaman Suwandi tidak bisa memejamkan mata. Pantang baginya memberi makan istri dan anak dalam kandungannya itu makanan hasil nyolong. Namanya ndak halal. Bisa-bisa Gusti Allah marah.

Ia bertekad, esok harinya akan menemui Pakde Wongso terlebih dahulu, tanpa sepengetahuan istrinya.

~oOo~

Rambutane enak, Dik?”

Rahmini dengan rakus menghabiskan sepuluh biji rambutan dalam waktu singkat. Dua ikat rambutan masih berada di pangkuan Rahmini.

Sebelum itu, Pakde Wongso sengaja menaruh dua ikat rambutan di bawah pohonnya untuk dicolong oleh Suwandi.