Sudah 45+

Hujan belum juga reda. Januari, kata orang, singkatan dari hujan sehari-hari. Hari menjelang sore, baru saja Mas Suryat keluar dari mushola kantornya, di kursi ujung lobby ia menemukan sosok kawannya sedang datang bertamu. Kawan lama, yang sudah dikenalnya hampir tiga belas tahun.

Mereka berjabat tangan erat, saling peluk. Mas Suryat mencium bau kecut keringat kawannya itu, lalu mempersilakan duduk kembali. Ia amati sepintas lelaki yang duduk tidak percaya diri itu. Terlihat agak kucel. Tas ransel lusuh ditaruh di depan kakinya.

“Sudah makan belum?” ini pertanyaan utama Mas Suryat jika bertemu dengan orang yang dikenalnya.

Lelaki di depan mas Suryat menggeleng. Jujur betul orang ini. Mas Suryat mengajak kawannya itu pergi ke lantai bawah menuju kantin. read more

Komitmen pecandu ponsel pinter

Ia begitu kelelahan setelah semalaman begadang menyambut tahun baru. Bibirnya ndower karena terkontaminasi virus liur tukang terompet yang menempel pada ujung terompet yang ia beli. Delapan jam ia habiskan waktu untuk merayakan datangnya tahun baru.

Setelah itu apa?

Jangan salah, sebagai generasi masa kini yang tak bisa lepas dari jeratan kecanggihan teknologi sebuah ponsel, ia mempunyai komitmen yang akan ia lakukan di tahun 2014 untuk bisa terbebas dari kecanduan ponsel pinter yang selama ini tak pernah lepas dari tangannya. Ia telah membuktikan, setidaknya sampai dengan jarum jam menunjuk angka 3 sore, ia tak memegang ponsel pinternya sama sekali. read more

Ibu orang yang baik

Sebuah renungan di Hari Ibu.

Niscaya ibuku adalah orang yang baik. Setahuku, ia sangat disayang oleh Tuhan. Nyatanya setiap aku minta doa restu – entah datang langsung bersimpuh di kakinya atawa hanya sekedar via telepon saja – ia dengan tulus ikhlas tanpa syarat dan ketentuan berlaku, mendoakan anaknya dan kok ya semua doanya dikabulkan Tuhan. Kalau ia bukan orang yang baik, mana mungkin Tuhan mengabulkan doa-doa ibu demikian cepat.

Hampir setengah abad perkawinan ibu dengan bapak, sesungguhnya ibu banyak mengalah. Ibu tak pernah menjadi pencetus pertengkaran keduanya. Ia lebih memilih diam dari pada meladeni kemarahan bapak. Apakah ibuku seorang yang lemah? Rasanya tidak. Ia perempuan tegar. Padahal dari banyak pertengkaran yang terjadi bapaklah sumber malapetaka permasalahan yang terjadi di rumah tangga mereka. read more