Gadis Kretek

Cover novel Gadis Kretek sesungguhnya sudah memprovokasi saya untuk membacanya hingga tuntas dalam sekali duduk, apalagi lihat nama penulisnya – Ratih Kumala – yang juga menulis novel Kronik Betawi (2009) menjadi jaminan kalau novelnya pasti nyiamik untuk dinikmati (saya terkesan sangat dengan novel Kronik Betawi).

Saya yang bukan perokok saja seperti ikut ngêsês menikmati citarasa rokok kretek merk lokal seperti Djagad Raja, Kretek Gadis, Garwo Kulo, Merdeka, Proklamasi, tjap Boekit Klapa atau tjap Arit Merah yang dimodali oleh PKI itu. Ya, membaca Gadis Kretek seperti membaca sejarah perkembangan industri rokok kretek di Nusantara khususnya di Tanah Jawa. Betapa tidak, novel ini berlatar belakang ketika Nusantara diduduki oleh penjajahan Belanda lalu digantikan oleh Jepang hingga Indonesia Merdeka. Untuk mengenang momen kemerdekaan ini, para juragan rokok kretek, seperti Idroes Moeria menciptakan rokok Kretek Merdeka dengan gambar pejuang membawa bambu runcing, kemudian Soedjagad menciptakan rokok Kretek Proklamasi dengan gambar Bung Karno. Di zaman Partai Komunis Indonesia sedang berjaya, muncul rokok kretek tjap Arit Merah. read more

Candik Ala 1965

Tangkapan-tangkapan para perempuan itu berdesakan di suatu aula besar menunggu nasib. Di tengah suara langkah-langkah berat sepatu larsa, teriakan dan bentakan para tentara yang berjaga, dan menciutnya hati menunggu giliran diinterogasi, galau memikirkan keluarga yang ditinggalkan, apalah yang bisa mereka lakukan kecuali mencoba meremas perasaan sendiri untuk tidak begitu saja rebah pada tuduhan, hinaan dan ancaman. Pagi-pagi, siang-siang, malam-malam, adalah penantian yang senyap dan mencemaskan. Jaman sedang berbalik arusnya. Di luar, apa yang terjadi di luar sana? Langit yang memerah, dan pos-pos penjagaan yang ketat menjelang senja di kampung-kampung. Dan jam malam. Orang-orang terombang-ambing oleh kabar-kabar yang tak menentu. Mereka mengerubuti radio kala Kepala Negara menyiarkan pidatonya. Dan … siapa bisa sangka petaka itu rupaya datang sebagai reaksi kemarahan atas pidato kepala negara yang menurut kata orang adalah pidato pembelaan terhadap Gerwani. Sebagai akibatnya, siapa bisa sangka bahwa bu Arumlah bersama tiga perempuan lainnya yang mesti menebus kemurkaan para tentara itu. Siapa sangka!

Keempat wanita itu diambil lewat tengah malam. Dalam truk yang tertutup, derumnya menembusi senyap jam-malam menuju timur kota. Mungkin dalam kediamannya, ia bisa menghitung berapa belokan dan arah jalan naik-turun sampai jauh, melampaui tanjakan-tanjakan. (Apa yang dipikirkannya selama itu? Gemetarankah tubuhnya? Menggigilkan hatinya?) read more

Sabda Palon, Roh Nusantara dan Orang-orang Atas Angin

Judul buku: Sabda Palon Roh Nusantara dan Orang-orang Atas Angin • Penulis: Damar Shashangka • Penerbit: Dolphin (Maret, 2012) • Tebal: 484 halaman

Sejak Dinasti Ming melarang armadanya berlayar ke luar Cina, ditambah rentannya Majapahit setelah Rani Suhita mangkat pada tahun 1447, perjanjian antara Tiongkok dan Majapahit selepas Perang Paregreg – yang memberikan jaminan keamanan kepada warga keturuan Cina di Majapahit – pun mulai goyah. Haji Gan Eng Cu, pejabat Dinasti Ming untuk kawasan Asia Tenggara yang berkedudukan di Lasêm, berencana menggalang kekuatan prajurit demi keamanan warga keturunan Cina. Bong Swi Hoo alias Sayyid Ali Rahmad diperintahnya untuk menempati daerah Bangêr. Dari sana ia diharapkan bisa menjadi penghubung warga Cina yang tinggal di Jawa sebelah timur dengan Lasêm. read more