Kumpulan rindu milik sang penyair

Ketika memasuki toko buku langganan, pertama kali saya mengunjungi rak buku kategori Sastra. Tumben, di rak tersebut ada setumpuk buku baru yang berjudul Kumpulan Rindu, Aku Memilihmu. Pengarangnya tertulis Ribana Evvy Ganefowati, sebuah nama yang asing bagi saya.

Saya pun menghampiri petugas toko buku dan menanyakan adakah salah satu buku Kumpulan Rindu yang tak terbungkus plastik, saya ingin membaca isi buku tersebut. Dengan ramah, si mbak petugas membuka plastiknya dan menyodorkan ke saya. O, buku tersebut ternyata kumpulan sajak. Saya membaca halaman demi halaman, tanpa ada kerut di kening seperti kebiasaan saya membaca sajak-sajak para penyair yang namanya sering saya baca di koran dan majalah.

Hmm, sajak-sajak karya Ribana Evvy Ganefowati enak dinikmati dan saya langsung paham apa yang ia tulis. Bahasanya sederhana, mudah dipahami. Memang, sajak yang ia tulis mayoritas perkara rindu. Pantaslah kalau sang penyair memberi tajuk pada bukunya dengan Kumpulan Rindu. Sedangkan Aku Memilihmu adalah judul puisi pertama dalam buku itu dan berikut penggalannya: read more

Negeri Sukun

Langit megap-megap. Hitam. Sesekali kilat membuatnya benderang. Bumi gonjang-ganjing. Angin kencang berputar berkali-kali, pohon menari-nari seperti ingin berlari. Ranting-ranting rapuh berhamburan, ikut bercengkrama dengan dedaunan dan bebatuan di lapangan. Ini sudah takdir – yang tak pernah luput dalam hitungan Tuhan.

Petir menyambar sekali lagi. Suaranya menggelegar keras. Kata anak-anak kecil, itu suara malaikat yang sedang memecut setan. Kiai Badrun hanya tertawa jika anak-anak kecil itu berkata demikian. Yang ia tahu kemudian, anak-anak itu berlarian masuk ke dalam rumah dan mengucap zikir sebanyak-banyaknya agar setan tidak mengikuti langkah mereka dan malaikat ikut mencambuk rumah-rumah mungil mereka.

Biarlah hujan tetap menjadi rezeki yang diturnkan Allah, bukan pertanda bagi amarah. Biarlah air-air yang menderas itu menumbuhkan jutaan benih yang tertanam dan menghidupkan tanah yang mati. Biarlah alirannya mengalir hingga ke hilir, menuju persinggahannya yang terakhir. Biarlah semua berputar apa adanya sesuai Sunnah-Nya yang Maha Mulia. Jika pun timbul kerusakan, tak ada yang dapat dipersalahkan, kecuali ulah manusia yang tak tahu diri. read more

Penangsang, Kidung Tahta Asmara

Bulan lalu, mas Kusnadi memberi kabar dari Solo kalau novel Penangsang 2 telah terbit. Dan saya pun segera berburu novel tersebut, maklum saya penasaran dengan sekuel novel sebelumnya yang berjudul Penangsang, Tembang Rindu Dendam. Tak sampai dua hari, saya melahap Penangsang, Kidung Tahta Asmara karya NasSirun PurwOkartun yang mempunyai tebal xvi+672 halaman itu.

~oOo~

Oleh-oleh yang saya bawa mudik untuk ibu saya selain Khong Guan – si kue lebaran adalah buku Penangsang 2. Ya, ibu saya termasuk kutu buku. Rasanya, semakin sepuh semakin rajin membaca, apalagi sekarang waktu ibu jauh lebih luang daripada dulu ketika kami, anak-anaknya, masih menjadi ‘beban’ bagi bahu dan pikirannya.

Di teras rumah, saya berikan novel Penangsang 2 yang diterbitkan oleh Metamind Solo (Juli 2011) kepada ibu. Ia masuk ke dalam untuk mengambil kacamata plusnya. read more