Kumpulan rindu milik sang penyair

Ketika memasuki toko buku langganan, pertama kali saya mengunjungi rak buku kategori Sastra. Tumben, di rak tersebut ada setumpuk buku baru yang berjudul Kumpulan Rindu, Aku Memilihmu. Pengarangnya tertulis Ribana Evvy Ganefowati, sebuah nama yang asing bagi saya.

Saya pun menghampiri petugas toko buku dan menanyakan adakah salah satu buku Kumpulan Rindu yang tak terbungkus plastik, saya ingin membaca isi buku tersebut. Dengan ramah, si mbak petugas membuka plastiknya dan menyodorkan ke saya. O, buku tersebut ternyata kumpulan sajak. Saya membaca halaman demi halaman, tanpa ada kerut di kening seperti kebiasaan saya membaca sajak-sajak para penyair yang namanya sering saya baca di koran dan majalah.

Hmm, sajak-sajak karya Ribana Evvy Ganefowati enak dinikmati dan saya langsung paham apa yang ia tulis. Bahasanya sederhana, mudah dipahami. Memang, sajak yang ia tulis mayoritas perkara rindu. Pantaslah kalau sang penyair memberi tajuk pada bukunya dengan Kumpulan Rindu. Sedangkan Aku Memilihmu adalah judul puisi pertama dalam buku itu dan berikut penggalannya:

Aku memilihmu/Agar bisa menatap lekat dua bola mata teduhmu/di mana tak ada dusta yang dapat kueja di sana/hanya butiran kasih membias di tatapmu/Membuaiku dalam pelataran cinta/yang berserak di rimbunnya kasih sayangmu/Mematri setiap inci dari lekuk wajahmu/dan menyimpannya dalam sudut sunyi hatiku

Buku ini merangkum 154 puisi karya Ribana Evvy Ganefowati, diterbitkan oleh Penerbit Suara Bebas (September 2011). Membaca satu per satu puisi karyanya seakan membaca diary yang kita tulis. Apa yang dirasakan oleh sang penyair, seperti mewakili perasaan kita. Sang penyair pandai menjahit kata menjadi untaian kalimat sederhana menjadi kalimat indah dan bermakna. Kenapa sang penyair menyebut bukunya Kumpulan Rindu?

“Rindu adalah ruh bagi setiap manusia yang sadar akan jati dirinya. Rindu adalah harapan yang terbangun dari rasa cinta yang paling dalam. Rindu dapat menghidupkan kembali sel-sel kehidupan yang telah rapuh bahkan mati. Rindu adalah kendaraan untuk mencapai titik nadir sebuah ungkapan rasa cinta yang masih nisbi,” tulis Ribana Evvy Ganefowati dalam Kata Pengantarnya.

Saya kutipkan lagi satu sajaknya yang berjudul Jika suatu saat kita tak bisa bersama lagi.

Jika suatu saat kita tak bisa bersama lagi/kuingin cinta itu tetap bersemayam di sini/Pada relung hati terdalam/pada rinai hujan yang menetes/pada embun yang luruh di ujung daun/pada gemersik angin yang lembut menyapa/Lantas kita terbangkan asa yang pernah terajut/dan membiarkannya menjadi serpihan kenangan terindah/yang pernah kita lalui

Jika suatu saat kita tak bisa bersama lagi/Kenanglah hari-hari manis yang pernah kita jalani, lewat riuhnya gelak tawa yang berkumandang renyah/saat canda mewarnai pertemuan kita/lewat panasnya debat-debat yang tercipta/saat kita mengisi waktu dengan chatting/ataupun lewat bisunya tatapan yang merasuk sukma/saat hening menyapa kita/Lantas perlahan kudekap hening dan sunyi/yang mengirim gigil dan luka uamh berlubang di palung hati kita/Dan menepiskan setiap mimpi/yang pernah sama-sama kita sematkan di arakan awan

Jika suatu saat kita tak bisa bersama lagi/Jangan pernah ada dendam di antara kita/meski kita saling memunggungi/dengan senyum pedih yang membias di bibir/Biarlah kita pasung setiap inci duka/dalam munajat cinta kepada sang khalik/dan berharap masih ada kehidupan di alam sana/yang akan menyatukan cinta kita

Jika suatu saat kita tak bisa bersama lagi/Dalam remang senja/kan kutitipkan serangkum doa buatmu/diiringi debar-debar duka yang merajam luka/bersama mentari yang makin lindap/Serentak silhoute tubuhmu makin terkikis gelap/tanpa cahaya tanpa bintang yang menggantung di langit/dan tanpa kemayunya sinar rembulan pucat

Kitapun kembali meronce malam/dengan hening yang menyakitkan dan/menyongsong fajar dengan jiwa yang lungkrah/tanpa cinta di samping kita/Karena kita tak bisa bersatu/karena tangan-tangan gaib Illahi/telah memisahkan kita dan/karena cinta kita tak bisa saling menyatu/Cuma pedih dan air mata yang menjadi saksi/atas hilangnya kebersamaan dan/pudarnya asa untuk bisa menyatukan dua hati milik kita

(Semoga cinta itu tetap jadi milik kita)