Renungan Ali bin Abi Talib

Betapa sedihnya aku dan sahabat-sahabatku setelah menang perang di Nahrawan itu. Pikiran dan perasaanku telah banyak tersita, dan aku sudah cukup menderita, begitu lama, begitu panjang. Sekarang aku sendiri yang menanggung semua itu. Aku tidak salah, terpaksa jatuh banyak korban, yang sama sekali di luar keinginanku. Aku sudah berusaha menghindari dengan sekuat tenaga dan pikiran. Tetapi dalam pada itu aku juga harus bertahan pada hakku, dan kebenaran harus dibela betatapun beratnya.

Karena peristiwa itulah, aku dan sahabat-sahabatku merasa sangat prihatin. Tenaga dan pikiran dihabiskan hanya untuk berperang di dalam menghadapi sesamanya. Alangkah sedihnya! Abu Bakr dulu selaku khalifah begitu berjasa dalam memberantas kaum murtad, para pembangkang yang tak mau membayar zakat setelah Nabi wafat, sehingga tertib hukum kembali berjalan seperti sediakala. Datang Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Alangkah besar jasa Umar, yang telah diakui oleh sejarah bahwa ia berhasil dengan gemilang membebaskan daerah-daerah dari jajahan Rumawi di Syam dan Mesir, dari jajahan Persia di Irak dan kawasan Teluk. Mereka sangat berterima kasih kepada Umar. Bahkan Usman pun, masih dapat meneruskan langkah para pendahulunya kendati tak sempat berbuat sehebat mereka. read more

Mushaf Usman dan penyeragamannya dalam bacaan Quran

Bukan karena keimanan Usman yang sungguh-sungguh itu saja yang mendorongnya mengumpulkan orang untuk menyeragamkan bacaan Quran, dan membakar mushaf-mushaf yang lain selain Mushaf Usman. Ketika itu Huzaifah bin al-Yaman bersama pasukan Muslimin yang lain terlibat dalam perang di Armenia dan di Azerbaijan, pada tahun kedua atau ketiga kekhalifahan Usman. Dalam perang itu terdapat banyak orang Syam yang membaca menurut bacaan Miqdad bin Aswad dan Abu ad-Darda’, jemaah Irak membacanya menurut bacaan Ibn Mas’ud dan Abu Musa al-Asy’ari. Dalam mengutamakan pilihan bacaan itu sebagian mereka ada yang sudah melampaui batas sehingga timbul perselisihan yang membuat mereka tercerai-berai, makin lama makin menjadi-jadi, sehingga yang seorang berkata kepada yang lain: Bacaan saya lebih baik dari bacaanmu. Perselisihan itu sudah mencapai puncaknya, hampir saja menjadi keributan. Mereka berselisih dan sling menuduh, saling melaknat, yang satu mengafirkan dan yang lain menganggap diri benar.

Melihat perselisihan mereka dengan saling mengeluarkan kata-kata kotor serupa itu, Huzaifah cepat-cepat pulang ke Medinah dan langsung menemui Usman sebelum pulang ke rumahnya, dengan mengatakan: “Cepat selamatkan umat ini sebelum menemui kehancuran!”

“Mengenai apa?” tanya Usman.

“Mengenai Kitabullah,” kata Huzaifah lagi. “Saya mengikuti ekspedisi itu dan bersama-sama dengan mereka yang dari Irak, Syam dan Hijaz.” Kemudian ia menceritakan kejadian di atas mengenai perselisihan tentang bacaan itu seraya katanya: “Saya khawatir mereka akan berselisih tentang Kitab Suci kita seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani.”

Usman melihat ini memang berbahaya. Ia mengumpulkan beberapa orang untuk membicarakan masalah ini. Menjawab pertanyaan mereka tentang pendapatnya ia berkata: “Menurut hemat saya orang harus sepakat dengan hanya ada satu macam bacaan. Kalau sekarang kita berselisih, maka perselisihan generasi sesudah kita akan lebih parah lagi.” read more

Kisah terbunuhnya Umar bin Khattab

Sebelum matahari terbit hari Rabu itu tanggal empat Zulhijah tahun ke-23 Hijri Umar keluar dari rumahnya hendak mengimami salat subuh. Ia menunjuk beberapa orang di Masjid agar mengatur saf sebelum salat. Kalau barisan mereka sudah rata dan teratur, ia datang dan melihat saf pertama. Kalau ada orang yang berdiri lebih maju atau mundur, diaturnya dengan tongkatnya. Kalau semua sudah teratur di tempat masing-masing, mulai ia bertakbir untuk salat. Saat itu dan hari itu tanda-tanda fajar sudah mulai tampak. Baru saja ia mulai niat salat hendak bertakbir tiba-tiba muncul seorang laki-laki di depannya berhadap-hadapan dan menikamnya dengan khanjar tiga atau enam kali, yang sekali mengenai bawah pusar. Umar merasakan panasnya senjata itu dalam dirinya, ia menoleh kepada jemaah yang lain dan membentangkan tangannya seraya berkata: ”Kejarlah anjing itu; dia telah membunuhku!” Dan anjing itu Abu Lu’lu’ah Fairuz, budak al-Mugirah. Dia orang Persia yang tertawan di Nahawand, yang kemudian menjadi milik al-Mugirah bin Syu’bah. Kedatangannya ke Masjid itu sengaja hendak membunuh Umar di pagi buta itu. Ia bersembunyi di bawah pakaiannya dengan menggenggam bagian tengahnya khanjar bermata dua yang tajam. Ia bersembunyi di salah satu sudut Masjid. Begitu salat dimulai ia langsung bertindak. Sesudah itu ia menyeruak lari hendak menyelamatkan diri. Orang gempar dan kacau, gelisah mendengar itu. Orang banyak datang hendak menangkap dan menghajar anjing itu. Tetapi Fairuz tidak memberi kesempatan menangkapnya. Malah ia menikam ke kanan kiri hingga ada dua belas orang yang kena tikam, enam orang meninggal kata satu sumber dan menurut sumber yang lain sembilan orang. Dalam pada itu datang seorang dari belakang dan menyelubungkan bajunya kepada orang itu sambil menghempaskannya ke lantai. Yakin dirinya pasti akan dibunuh, Fairuz bunuh diri dengan khanjar yang digunakan menikam Amirulmukminin. read more