Gadis Kretek

Cover novel Gadis Kretek sesungguhnya sudah memprovokasi saya untuk membacanya hingga tuntas dalam sekali duduk, apalagi lihat nama penulisnya – Ratih Kumala – yang juga menulis novel Kronik Betawi (2009) menjadi jaminan kalau novelnya pasti nyiamik untuk dinikmati (saya terkesan sangat dengan novel Kronik Betawi).

Saya yang bukan perokok saja seperti ikut ngêsês menikmati citarasa rokok kretek merk lokal seperti Djagad Raja, Kretek Gadis, Garwo Kulo, Merdeka, Proklamasi, tjap Boekit Klapa atau tjap Arit Merah yang dimodali oleh PKI itu. Ya, membaca Gadis Kretek seperti membaca sejarah perkembangan industri rokok kretek di Nusantara khususnya di Tanah Jawa. Betapa tidak, novel ini berlatar belakang ketika Nusantara diduduki oleh penjajahan Belanda lalu digantikan oleh Jepang hingga Indonesia Merdeka. Untuk mengenang momen kemerdekaan ini, para juragan rokok kretek, seperti Idroes Moeria menciptakan rokok Kretek Merdeka dengan gambar pejuang membawa bambu runcing, kemudian Soedjagad menciptakan rokok Kretek Proklamasi dengan gambar Bung Karno. Di zaman Partai Komunis Indonesia sedang berjaya, muncul rokok kretek tjap Arit Merah.

Novel ini juga menyajikan cukup detil mengenai rahasia resep yang membuat citarasa sebatang rokok kretek dikangeni oleh para pecinta rokok, mulai memilih daun tembakau dan cengkeh yang berkualitas, lalu perbandingan ukuran antara tembakau, cengkeh dan saus-nya. Citarasa rokok Kretek Gadis kuncinya justru ada di ludah sang gadis saat mengelem kertas rokoknya, sehingga banyak kalangan yang menganggap kalau Gadis Kretek  ini titisan dari Rara Mendut. Masing-masing pabrik rokok mempunyai saus rahasia yang sengaja disimpan dan tak dibocorkan kepada orang lain kecuali bagi anak keturunannya yang memang ditunjuk untuk meneruskan pengelolaan pabrik rokok.

Cerita novel ini mengambil latar belakang Kota M(untilan), Kudus dan Jakarta. Adalah Soeraja – bos rokok kretek Djagad Raja, yang dalam sekarat menyebut satu nama perempuan yang bernama Jeng Yah. Sebuah nama yang membuat istri Soeraja kembali terbakar rasa cemburunya. Anak-anak Soeraja: Tegar, Karim dan Lebas pergi ke Kota Kudus dan Kota M untuk mencari keberadaan Jeng Yah. Cerita mengalir dengan cerdas dengan gaya tutur flashback. Dan sungguh, di akhir cerita Ratih membuat saya terkejut. Penyebutan nama Jeng Yah oleh Soeraja pada saat sekarat ternyata nggak melulu perkara cinta!

Kami bertiga terdiam, tak tahu harus bagaimana. Di benakku terbayang Romo yang tadi dimasukkan ke liang lahat. Rahasianya hampir saja terkubur, jika tidak kuisap Kretek Gadis, Romo mungkin ingin bertemu dengan Jeng Yah karena dikejar dosa, membocorkan formula saus rahasia. (hal 269).

Meskipun dalam dunia bisnis curi-mencuri resep sebagian kalangan ‘menghalalkan’ namun ada juga pengusaha yang berbisnis secara jujur. Novel ini mencontohkannya dengan sikap manajemen PT Djagad Raja (hal 273):

Jeng Yah membukanya, dan membaca, berisi surat permohonan maaf resmi dari Kretek Djagad Raja atas pencurian formula saus Kretek Gadis. Serta betapa kami, keturunannya, menyesal baru mengetahuinya sekarang. Lalu diakhiri dengan niat baik untuk membeli secara resmi formula saus Kretek Gadis untuk dipertimbangkan menjadi nama dagang yang dikelola oleh PT Djagad Raja. Jeng Yah kaget.

Rasanya novel ini wajib dibaca oleh para penikmat rokok kretek, karena dalam sebatang rokok kretek mengandung banyak cerita suka maupun duka lara para pembuatnya. Seperti novel ini, kaya akan wangi tembakau, sarat dengan aroma cinta.

***

Judul: Gadis Kretek • Penulis: Ratih Kumala • Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (Maret 2012) • Tebal: 275 halaman