Banyak anak banyak rejeki

Keluarga besar mBah Kaji Kholik sedang menggelar hajatan akbar memeringati 50 tahun perkawinan Haji Kholik dan Hajjah Romlah. Sebagai sesepuh desa, Haji Kholik memang dikenal dengan nama mBah Kaji Kholik.  Meskipun usianya menanjak ke angka 78, ia masih kelihatan trengginas, bagas-waras, dan daya ingatnya masih kuat. Pun dengan mBah Rom – demikian Hajjah Romlah biasa dipanggil – dalam usia 71 masih gesit dan belum berkaca-mata.

Mereka berputra-putri berjumlah sepuluh orang – mestinya ada 13, tetapi yang tiga miskram – terdiri atas tiga orang laki-laki dan tujuh perempuan. Cucunya ada 36, cicitnya ada 1 dan satu calon cicit masih di kandungan cucu pertama mereka. read more

Kepingin

Malam sudah menginjak ke skala dua pertiga. Lastri masih juga belum terpejam matanya. Ia lirik suaminya yang tertidur pulas di sampingnya, mendengkur lembut. Usia perkawinan mereka sudah berjalan empat bulanan ini. Lastri makin gelisah. Ia tak bisa lagi menahan hasratnya. Namun, ia ragu untuk membangunkan suaminya.

Tapi keinginan itu sudah sampai di ubun-ubunnya. Ia pun menyentuh dan menggoyang lembut pundak lelaki tampan yang telah sah menjadi pasangannya. Sambil berbisik ia berkata kepada suaminya.

“Mas Tejo, bangun mas!” Ia ulangi kalimat itu sampai empat kali. Tejo pun membuka matanya.

“Ada apa dik, malam-malam membangunkan aku?” read more

I love TNI

Selamat pagi, Kap!

Awal kebanggaan saya kepada sosok seorang tentara Republik Indonesia, ketika Pakde saya datang ke rumah. Namanya Sugiman – pangkatnya apa saya nggak paham, dan kami memanggilnya Pakde Giman. Saat itu saya kelas 5 atawa 6, saya agak lupa.

Pakde Giman yang berseragam lengkap datang ke rumah adiknya (ibu saya) membawa oleh-oleh kurma dan berbagai macam kartu pos bergambar piramida dan sphinx. Ya, Pakde Giman pulang dari lawatan sebagai Pasukan Garuda VIII (entah Pasukan Garuda VIII/8 atawa yang VIII/9) yang ditugaskan di Timur Tengah.

Gagah nian ia! Kumis tebal yang melintang di atas bibirnya menambah kewibawaannya. Saya masih ingat ia mengenakan sweater wool warna hijau, lalu dilepasnya sweater itu dan nampak seragam lorengnya.

“De, boleh saya pegang pistolnya?” pinta saya. Ia segera mengeluarkan peluru di pistol itu. O, berat sekali pistol itu.

“Di Mesir De Giman nembak musuh nggak?” tanya saya lugu. Pakde Giman pun bercerita kalau tugas utama Pasukan Garuda untuk menjaga perdamaian dunia di bawah komando Perserikatan Bangsa-Bangsa, bukan untuk berperang.

Selain Pakde Giman, kakak sepupu ibu juga seorang tentara. Saya jarang bertemu dengannya, hanya sering menyaksikan fotonya yang sengaja digantung mBah Uti di dinding rumahnya. Di foto itu ia tampak gagah dan membawa tongkat komando.

Saya hanya mengagumi sosok tentara, di hati tidak ada keinginan untuk menjadi seorang tentara.

Ketika saya kuliah, beberapa teman mengikuti seleksi Milsuk/militer sukarela dan diterima. Lagi-lagi, saya dibuat kagum oleh penampilan teman kuliah saya saat berseragam tentara.

Ada cerita yang lain mengenai tentara? Ntar sambung lagi….