Gegeran di Keraton Pajang

Lelaki yang satu ini bisa disebut sebagai pria yang cantik, yakni sosok pria yang elok parasnya serta  lembut tingkah lakunya. Banyak perempuan yang tergila-gila kepadanya. Ya, lelaki tersebut bernama Raden Pabelan dan ia mempunyai label lananging jagad, atau playboy mirip Arjuna kalau boleh disebut begitu.

Ia merupakan putra Tumenggung Mayang, salah satu menteri kepercayaan Sultan Hadiwijaya, penguasa Kesultanan Pajang. Pabelan mempunyai wajah yang sangat rupawan, konon di wilayah Pajang tidak ada yang mampu mengalahkan indahnya paras mukanya itu. Tetapi, sifat Pabelan tidak seelok wajahnya. Jari-jari tangan tidak akan cukup untuk menghitung sudah berapa wanita yang menjadi korban atau mengorbankan diri untuk Pabelan. Baik itu yang masih perawan, janda atau bahkan yang masih menjadi istri orang.

Tumenggung Mayang tentu saja malu atas perilaku Pabelan dan selalu gelisah memikirkan kelakukan anak laki-laki satu-satunya itu. Kelakuan Pabelan mengancam kedudukannya sebagai tumenggung, karena ia telah mendapatkan peringatan keras dari Sultan Pajang agar menghentikan tingkah Pabelan yang buruk itu. Satu-satunya jalan, ia harus membunuh anak kandungnya itu. read more

Boncengan

Daripada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin. Kalau tidak punya lilin, nyalakan hapemu pada flashlight mode on. Saya sering mempraktekkan ungkapan orang bijak tersebut dalam situasi yang saya alami, toh jika saya mengutuk atau sekedar mengumpat, hal itu tidak akan menyelesaikan masalahnya – misalnya di tengah kemacetan.

Hujan dan kemacetan menjadi pasangan abadi di sebuah kota industri, hatta disempurnakan dengan kondisi jalan mirip rempeyek. Tidak hujan saja macet, apalagi hujan. Sebuah kalimat kutukan ya?

Nah, daripada nggerundel seperti itu saya memilih naik motor, selain menghindari titik-titik macet bisa melewati banyak alternatif jalan menuju ke tempat kerja. Setidaknya 2 tahun belakangan saya konsisten naik motor, pergi-pulang kerja. Saya berboncengan dengan anak perempuan saya yang kebetulan tempat kerja kami dalam area dan arah yang sama. read more

Gino mantu

Sejak Gino ditugaskan di pantry lantai 5, mas Suryat jarang bertemu muka dengannya. Komunikasi dengannya dilakukan dengan WA, terutama urusan penyediaan makan siang. Kali ini WA Gino ke mas Suryat agak berbeda: ingin menghadap.

“Seminggu ke depan saya cuti pak. Untuk urusan makan siang bapak pesan saja ke yang lain,” ujar Gino membuka percakapan. Ia duduk manis di depan mas Suryat, tangannya menggenggam sebuah amplop undangan.

Arep ana acara apa, kok cuti?” tanya mas Suryat.

Badhe mantu, pak!” jawab Gino sambil mengulurkan amplop undangan yang digenggamnya itu. “Daripada anaknya pacaran wae, sekalian saja saya nikahkan pak.”

read more