Gegeran di Keraton Pajang

Lelaki yang satu ini bisa disebut sebagai pria yang cantik, yakni sosok pria yang elok parasnya serta  lembut tingkah lakunya. Banyak perempuan yang tergila-gila kepadanya. Ya, lelaki tersebut bernama Raden Pabelan dan ia mempunyai label lananging jagad, atau playboy mirip Arjuna kalau boleh disebut begitu.

Ia merupakan putra Tumenggung Mayang, salah satu menteri kepercayaan Sultan Hadiwijaya, penguasa Kesultanan Pajang. Pabelan mempunyai wajah yang sangat rupawan, konon di wilayah Pajang tidak ada yang mampu mengalahkan indahnya paras mukanya itu. Tetapi, sifat Pabelan tidak seelok wajahnya. Jari-jari tangan tidak akan cukup untuk menghitung sudah berapa wanita yang menjadi korban atau mengorbankan diri untuk Pabelan. Baik itu yang masih perawan, janda atau bahkan yang masih menjadi istri orang.

Tumenggung Mayang tentu saja malu atas perilaku Pabelan dan selalu gelisah memikirkan kelakukan anak laki-laki satu-satunya itu. Kelakuan Pabelan mengancam kedudukannya sebagai tumenggung, karena ia telah mendapatkan peringatan keras dari Sultan Pajang agar menghentikan tingkah Pabelan yang buruk itu. Satu-satunya jalan, ia harus membunuh anak kandungnya itu.

Suatu malam, Tumenggung memanggil Pabelan untuk menghadapnya, “Pabelan, kalau jadi playboy jangan tanggung-tanggung, kalau  engkau berani, rebut hati putri Sultan, si Sekar Kedaton!”

“Apa mungkin aku bisa masuk ke istana, romo. Penjagaan pasti sangat ketat, apalagi di istana keputren. Apakah romo punya ide?”

Dalam hati Pabelan sangat girang, ia tidak menyangka kalau ayahnya menyuruh merebut hati Sekar Kedaton.

“Ada, nanti romo bantu dengan mantra-mantra sakti supaya engkau bisa menembus tembok dan prajurit istana. Ini romo berikan sepasang kembang kenanga untuk engkau berikan kepada Sekar Kedaton”.

Pabelan tidak tahu ada rencana busuk di balik kebaikan ayahnya. Tumenggung Mayang ingin menjebak Pabelan. Bagi Tumenggung Mayang, Pabelan lebih terhormat jika mati karena kepergok indehoi dengan putri Sultan dari pada ditangkap dan diarak keliling kampung alih-alih mati dikeroyok rakyat jelata ketika ketahuan berada di rumah seorang janda.

Pabelan segera menuju istana. Di balik tembok istana ia merapal mantra yang diberikan ayahnya. Ajaib, tembok istana menjadi demikian pendek, sehingga dengan mudah ia bisa melangkah masuk istana. Di sana ia bertemu dengan seorang emban keputren, kemudian ia titipkan sepasang kembang kenanga untuk diberikan kepada Sekar Kedaton.

“Dari mana kembang kenanga yang wangi ini, mbok. Aduhai, harumnya membuat hatiku bahagia seperti ini,” ujar Sekar Kedaton.

Emban pun menceritakan asal kembang kenanga. Tidak henti-hentinya Sekar Kedaton menciumi wangi kenanga. Ia hilang pikir dan menyuruh emban supaya memanggil Pabelan masuk taman keputren. Begitu melihat ketampanan Pabelan, Sekar Kedaton jatuh cinta pada pandangan pertama. Demikian pula dengan Pabelan, sangat terkesima oleh kecantikan putri Sultan. Bagi Pabelan, tentu saja, pertemuan itu merupakan cinta ke sekian pada pandangan pertama.

Mereka pun memadu kasih di ruang dalam istana keputren. Malam hampir tiba, saatnya Pabelan pamitan pulang. Tapi ada yang ganjil. Mantra yang diberikan ayahnya tidak mempan lagi untuk digunakan keluar istana.

Kadung jatuh cinta!

Pabelan dan Sekar Kedaton merasa situasi seperti itu justru menguntungkan bagi mereka. Bidadari di kahyangan sepertinya sedang menurunkan hujan cinta kepada mereka berdua. Tiga hari dua malam, Pabelan dan Sekar Kedaton tidak keluar kamar.

Keadaan itu menggelisahkan para emban. Tugas emban memang harus melindungi junjungannya. Emban segera melaporkan peristiwa yang terjadi di keputren itu kepada Sultan. Sudah bisa diduga, amarah Sultan menggelegak dan dengan langkah-langkah yang panjang menuju istana keputren. Pintu kamar Sekar Kedaton didobraknya.

Pabelan dan Sekar Kedaton tengah bergumul di atas peraduan. Sultan kalap, harga dirinya telah diinjak-injak oleh seorang playboy. Sekar Kedaton lambang kesucian keputren Pajang telah ternoda. Dengan tangan gemetar, Sultan menghunus keris saktinya.

Pabelan tewas seketika. Keris sakti itu telah menancap di dadanya.

***

“Demi cintaku padamu, Kakang Pabelan, aku rela menyusulmu!”

Sekar Kedaton mencabut keris yang masih tertancap di dada Pabelan dan secepat kilat ia hunjamkan ke jantungnya. Sekar Kedaton melakukan suduk salira, bunuh diri. Tindakan nekat itu mau tak mau membuat Sultan Hadiwijaya sangat terkejut.

Dengan kemarahan yang tiada terkira, Sultan memerintahkan prajurit untuk membuang mayat Pabelan ke Kali Laweyan. Kemudian ia merumat jasad anak perempuannya untuk segera dikubur di pemakaman keraton.

Titah Sultan, gegeran di keputren tidak boleh keluar dari tembok istana, berabe kalau diliput media massa.

***

Dendam masih saja membara di dada Sultan. Setelah tujuh hari kematian sepasang kekasih itu, Sultan memanggil Tumenggung Mayang.

“Karena engkau membiarkan anakmu menjalin cinta dengan Sekar Kedaton, engkau bisa lihat akibatnya, bukan?!” Sultan meluapkan amarahnya kepada Tumenggung Mayang.

Rahang Sultan gemeretak, kemudian melanjutkan ucapannya.

“Mulai besok, engkau dan istrimu harus meninggalkan Pajang. Empat puluh prajurit Pajang akan mengantarkanmu ke tlatah Semarang, di sana tempat pembuanganmu!”

Syahdan, Tumenggung Mayang dan istrinya berangkat ke Semarang. Namun tanpa sepengetahuan telik sandi istana, istri Tumenggung Mayang sebelumnya telah berkirim kabar kepada kakak lelakinya, kalau ia dan suaminya dibuang ke Semarang oleh Sultan Hadiwijaya.

Siapa sih kakak ipar Tumenggung Mayang itu?