Timbangan yang terletak di depan kamar akhir-akhir ini mengeluh jika saya berdiri di atasnya. Kok makin berat bos. Bagaimana tidak, setiap menimbang berat badan, makin bertambah saja angka yang muncul. Kalau dhitung dengan metode BMI (Body Mass Index), ketemu hitungan >25, yang berarti kelebihan berat badan. Indikator paling jelas adalah kemeja ukuran L (dan bahkan yang XL) sudah berasa sesak. Jika dipaksakan untuk dikenakan maka 2 kancing di bawah tidak bisa dikaitkan. read more
Menjadi santri Gus Baha
Judul: Bahagia Beragama Bersama Gus Baha • Penulis: Khoirul Anam • Penerbit: Quanta, 2022 • Tebal: xv+144 hal
Saya ini Jamaah Yutubiyah – mengaji via kanal Yutub – kepada para Kiai yang isi ceramahnya menenteramkan jiwa saya. Ada banyak sekali ustadz atau kiai yang ceramahnya di-up load di Yutub, baik penceramah karbitan yang tidak jelas sanad keilmuannya, hingga mereka yang benar-benar orang alim yang ilmunya mencerahkan bagi mendengar atau mengikuti kajiannya.
Awal saya mengenal Gus Baha dari status WA kawan saya. Ia sering memasang status ceramah Gus Baha, ringan interesan. Dalam ceramahnya, Gus Baha mengembalikan marwah agama yang sebenarnya. Agama terasa sangat mudah untuk dipahami dan diamalkan. Agama menjadi sumber kebahagiaan. Sejak saat itu, saya ‘menjadi santri Gus Baha” ya sebagai Jamaah Yutubiah itu – menyimak pengajiannya melalui kanal Yutub. read more
Takdir: kehidupan Diponegoro di pengasingan
Judul: Takdir Riwayat Pengeran Diponegoro (1785-1855) • Penulis: Peter Carey • Penerbit: Kompas, 2014 • Tebal: xxxvii+434 hal
Pada awal Maret 1837, persis sebelum pemerintah kolonial Belanda memberlakukan pembatasan-pembatasan baru pada ruang geraknya, Diponegoro menerima kedatangan tamu istimewa di kediamannya yang panas dan sesak di Fort Rotterdam itu. Dia adalah Pangeran Hendrik Sang Pelaut (Prins Hendrik de Zeevaarder) (1820-79), yang masih berusia 16 tahun, putra sulung Raja Willem II (memerintah, 1840-9), yang sedang melakukan pelayaran jarak jauh dari Eropa ke Hindia Belanda dengan pengawalan tutornya, Pieter Arriëns (1791-1860), kapten kapal fregat Bellona. Pada 10 Maret, pangeran muda ini menulis surat untuk ayahnya (Wassing-Visser 1995:246): read more