Limbuk diputus cintanya

Perempuan yang sebetulnya belum tua betul itu, membetulkan letak susur-nya. Buntalan tembakau sebesar telur ayam kampung yang disebut susur itu disumpalkan ke dalam mulutnya untuk dikulum-kulum. Kegiatan yang disebut nginang ini lazim dilakukan oleh perempuan Jawa zaman dulu. Prosesi nginang didahului dengan mengunyah daun sirih yang dibumbui dengan biji pinang/jambe, gambir dan olesan kapur sirih/injet. Daun sirih yang dikunyah-kunyah di dalam mulut tadi, ketika bercampur dengan air liur mengakibatkan warna air liur berwarna merah darah. Orang Jawa menyebutnya dubang, idu abang/ludah yang berwarna merah. Untuk menampung dubang, orang yang nginang akan menyediakan semacam mangkuk kecil yang disebut dengan paidon.

Ia menerawang ke arah halaman rumah, sesekali mencabut susur-nya lalu meludah ke paidon yang terbuat dari kuningan yang ia taruh di bawah bale-bale. Nama perempuan yang berperawakan kurus itu adalah Cangik. Entahlah kenapa bapaknya dulu menamakan dirinya demikian. Kini, ia telah mempunyai anak gadis yang berumur sembilan belas tahun, Limbuk namanya.

Berbeda dengan ibunya yang berbadan kurus, tubuh Limbuk subur-makmur bahkan cenderung tinggi besar. Wajahnya lebar, dan kelihatan semakin lebar karena ia suka berpakaian a la kembenan atau bertelanjang pundak. Ya, memang demikian adat berpakaian perempuan Jawa zaman dulu. read more

Ganteng Ganteng Kera

Sudah menjadi takdir Anjani. Dalam rasa lapar yang sangat, di depannya hanyut selembar daun kelor. Ia segera menjulurkan lidahnya dan memakan daun itu. Daun kelor itu bukan sembarang daun, tetapi daun yang dikirimkan oleh Bathara Guru yang bersimpati kepada laku-tapa Anjani.

Tak lama setelah memakan daun kelor itu, maka Anjani pun mengandung jabang bayi. Dengan telaten ia rawat bayi dalam kandungannya itu. Arkian, setelah tiba waktunya lahirlah bayi Anjani: seekor kera putih yang tampan. Anjani memberi nama kepada anaknya itu Hanoman.

Dipetik dari bagian akhir Cupumanik Astagina Pembawa Bencana

Perang melawan Alengka sudah dipersiapkan oleh Prabu Rama. Beberapa hari ke depan pasukan kera harus segera bergerak melintasi hutan dan lautan nan luas. Salah satu senapati yang ditunjuk oleh Prabu Rama adalah Jembawan putra Resi Pulastya dari pertapan Grastina. Ia bertugas menyusun strategi bagaimana supaya pasukan Prabu Rama dapat melintasi lautan. Untuk itu ia kumpulkan para ksatria kera terbaik untuk diajak diskusi. read more

Kresna triwikrama

Tumben-tumbenan, musim penghujan di Negeri Dwarawati kali ini tak terasa sejuk bahkan membuat gerah bagi siapa pun, tak terkecuali Prabu Kresna. Sebagai tokoh yang waskita, kegerahan yang dirasakan tak wajar. Ada apa gerangan? Prabu Kresna ingin mencari tahu apa yang terjadi di luar keratonnya, maka ia segera mengontak Setyaki menggunakan Whatsapp. Kresna lagi senang-senangnya wotsapan, pakai BBM sudah kuno katanya.

Setyaki adalah sepupunya, tinggal di Padepokan Swalabumi di tlatah Kerajaan Lesanpura. Kebetulan, Setyaki sedang berada di Hastinapura mengunjungi saudara-saudaranya, yang tak lain adalah para Pandawa. Jarak Dwarati dan Hastinapura, tiga jam perjalanan menggunakan pesawat. Itu kalau tidak ada delay.

Baru esok harinya, Setyaki menghadap Prabu Kresna.

“Demikianlah cerita singkatnya, Mas. Saya yakin para Pandawa kalah main dadu dengan Duryodana karena adanya kecurangan yang dibikin oleh Sengkuni secara masif, terstruktur dan sistematis. Saya tahu betul, kalau main dadu secara jujur Yudhistira bakalan menang,” Setyaki melaporkan peristiwa main dadu di istana Hastinapura yang membuat Pandawa kalah telak bahkan harus menjalani hidup di dalam pembuangan. read more