Mengantar Bharata Nyantrik

Rakyat Hastinapura senang sekali sebab raja mereka sudah mempunyai permaisuri bahkan sekaligus putra mahkota. Pesta kelar, raja dan permaisuri bermaksud menghadap Mpu Kanwa.

“Kyaine, Pengeran Bharata aku titipkan kepada sampeyan selama aku dan permaisuri pergi ke padepokan Mpu Kanwa. Sampeyan jangan tinggalkan istana ini hingga aku pulang dari padepokan.”

Saya mengiyakan permintaan Prabu Duswanta.

Sakuntala membisikkan sesuatu kepada Bharata dan tak lama kemudian ia berjalan ke arah saya. Ia menarik tangan saya mengisyaratkan supaya meninggalkan ayah dan ibunya. Saya menurut saja kepada pangeran Hastinapura ini.

Ia membawa saya ke kamarnya. read more

Duswanta Ingkar Janji

Saya segera unjuk diri dari hadapan Mpu Kanwa, sebab kuatir kalau Sakuntala dan anaknya sudah keburu pergi. Keping cakram padat yang diberikan oleh Mpu Kanwa saya simpan di ransel saya.

Beruntung sekali, ketika saya sampai di pertigaan jalan Sakuntala dan anaknya masih berada di sana. Kepada Sakuntala, saya ceritakan perjumpaan saya dengan ayahnya, maka ibu dan anaknya itu pun saya antar ke ibukota Hastinapura.

“Saya baru tahu kalau nakajeng Sakuntala bukan putrinya Mpu Kanwa. Malah sebelumnya saya mengira kalau nakajeng ini cucu beliau.”

“Apakah ayahanda menceritakannya kepada Paklik? read more

Maksudnya mau meguru kepada Mpu Kanwa

Dengan kecepatan sedang, saya kemudikan Kyai Garuda Seta melewati jalan berkelok-kelok untuk menuju Padepokan Mpu Kanwa yang berada di balik hutan pinus Gunung Panawijen. Melalui petunjuk GPS, belokan jalan menuju padepokan tak jauh lagi.

Ketika saya akan belok kiri, saya lihat seorang perempuan dan anak lelaki kecilnya sedang duduk di bawah pohon Kesemek seperti ada yang mereka tunggu. Setelah menepikan Kyai Garuda Seta saya menghampiri mereka.

“Maaf, boleh saya tanya ke mana arah Padepokan Mpu Kanwa?” tanya saya lembut kepada perempuan yang kemungkinan ibu dari anak lelaki yang dipangkunya. read more