Sudah menjadi takdir Anjani. Dalam rasa lapar yang sangat, di depannya hanyut selembar daun kelor. Ia segera menjulurkan lidahnya dan memakan daun itu. Daun kelor itu bukan sembarang daun, tetapi daun yang dikirimkan oleh Bathara Guru yang bersimpati kepada laku-tapa Anjani.
Tak lama setelah memakan daun kelor itu, maka Anjani pun mengandung jabang bayi. Dengan telaten ia rawat bayi dalam kandungannya itu. Arkian, setelah tiba waktunya lahirlah bayi Anjani: seekor kera putih yang tampan. Anjani memberi nama kepada anaknya itu Hanoman.
Dipetik dari bagian akhir Cupumanik Astagina Pembawa Bencana
Perang melawan Alengka sudah dipersiapkan oleh Prabu Rama. Beberapa hari ke depan pasukan kera harus segera bergerak melintasi hutan dan lautan nan luas. Salah satu senapati yang ditunjuk oleh Prabu Rama adalah Jembawan putra Resi Pulastya dari pertapan Grastina. Ia bertugas menyusun strategi bagaimana supaya pasukan Prabu Rama dapat melintasi lautan. Untuk itu ia kumpulkan para ksatria kera terbaik untuk diajak diskusi.
“Senapati, seberat apa pun tugas yang engkau pikulkan padaku akan aku laksanakan dengan baik. Prinsipku keberanian adalah kunci meraih sukses. Meskipun laut di hadapan kita sangat luas, aku yakin kita mampu menjangkaunya hingga Alengka. Kita mesti bisa menyelamatkan Dewi Sinta,” ujar Anggada penuh semangat.
Ksatria lain yang mendengar kata-kata Anggada ikut terpompa semangat juangnya. Jembawan bangga akan sikap Anggada yang ia tunjuk sebagai wakil senapati.
“Oke, sekarang aku tanya. Siapa di antara kalian yang mempunyai lompatan paling jauh?” tanya Anggada kemudian.
Satu persatu ksatria kera yang hadir angkat tangan. Mereka mengatakan sanggup melompat sekian hasta dan sekian hasta. Rapat ditutup, esok hari mereka diminta untuk berlatih lompat,
Kini tinggal Jembawan dan Anggada.
“Anggada, aku rasa hanya putra Bathara Bayu yang sanggup memikul beban berat sebagai pimpinan pasukan kera menyeberang lautan. Ia mempunyai ketrampilan dan kekuatan untuk menjalankan tugas tersebut,” Jembawan membuka suara.
“Putra Bathara Bayu? Siapa dia Senapati?” tanya Anggada penasaran.
“Dialah Hanoman. Di pertemuan tadi ia hanya diam saja. Memang demikian sikap rendah hatinya,” papar Jembawan.
Anggada baru tahu kalau Hanoman itu putra Bathara Bayu, sebab yang ia tahu Hanoman anak Dewi Anjani atau keponakan dari Raja Sugriwa dan Subali.
“Kelahiran Hanoman memang terjadi kontroversi, Anggada. Ada yang menyebutkan kalau Dewi Anjani hamil akibat makan daun kelor yang dikirimkan oleh Bathara Guru, sementara yang lain bilang kalau kehamilan Dewi Anjani karena sentuhan Bathara Bayu. Tetapi bagaimana pun anak yang dilahirkan oleh Dewi Anjani adalah anak yang tampan, kuat dan cerdas meskipun ia berujud kera,” kata Jembawan.
“O, iya Senapati, bukankah Hanoman itu dalam pengasuhanmu?” tanya Anggada.
“Betul. Aku punya cerita Hanoman di masa kecilnya. Suatu ketika, ia mengira kalau matahari yang baru terbit adalah buah yang ranum. Saban pagi ia melompat-lompat untuk meraih buah yang diinginkannya itu. Hanoman melakukan lompatan tiada kenal lelah, bahkan ia bisa terbang meskipun tak dapat meraih matahari,” Jembawan mengambil jeda untuk minum.
Anggada terkesima oleh kisah yang dituturkan senapatinya.
“Dari kahyangan sana, Bathara Indra iba menyaksikan upaya yang dilakukan Hanoman saban pagi. Beberapa dewa malah kuatir, jangan-jangan Hanoman nanti bisa meraih matahari dan menelannya bulat-bulat. Bathara Indra kemudian melontarkan sebuah petir ke arah Hanoman yang membuatkan terjatuh. Hanoman terluka, rahangnya patah!” Jembawan kembali menghentikan kisahnya.
Anggada penasaran tetapi sabar menunggu kelanjutan cerita Jembawan.
“Hanoman merintih kesakitan. Melihat itu semua, Bathara Bayu marah sekali. Ia tak terima anak lelakinya dilukai oleh Bathara Indra. Bathara Bayu turun ke bumi dan menghentikan semua gerakan makhluk hidup dengan kekuatan kendali anginnya. Bathara Brahma dan Bathara Indra mendatangi Bathara Bayu untuk minta pengampunan, bahkan mereka bersedia memberikan kesaktian kepada Hanoman,” Jembawan menutup kisahnya.
***
Syahdan, Hanoman diminta oleh Anggada dan Jembawan untuk menggunakan kesaktiannya melintasi samudera dalam satu lompatan. Maka, Hanoman melakukan triwikrama. Tubuh Hanoman meraksasa. Prajurit bersorak-sorai membuat tubuh Hanoman semakin besar. Dengan sekali langkah, ia telah sampai di wilayah Alengka, tempat bersemayamnya Prabu Rahwana yang menculik Dewi Sinta.