Pintu gerbang pekuburan di atas bukit sudah terlihat. Di atasnya ada papan tertulis “The Sirnaraga Memorial Park”. Seorang bapak dan anak perempuannya turun dari motor yang dikendarainya, lalu pelan-pelan mereka melangkah memasuki area pekuburan yang sunyi itu.
“Lekum, ya blog-marhum dan marhumah. Semoga ketenangan dan kedamaian selalu menyertaimu,” kata si bapak, berhenti sejenak lalu menggandeng tangan putrinya menapaki jalan selebar satu meter yang di kanan-kirinya bermekaran bunga kamboja.
“Nak, kita awali ziarah kita di kluster paling depan ini. Lihatlah nisan-nisan ini. Apa pendapatmu putriku?”
“Rumput liar dan perdunya tinggi-tinggi ayah, tidak terawat. Hmm… padahal papan batu nisan menunjukkan nama blog yang terkenal.”
“Benar anakku. Blog ini sudah lama mati, meskipun dulu ia sangat tenar dan banyak menginspirasi narablog lain. Coba kamu perhatikan nisan yang berwarna biru itu!”
“Oh… itu kan masih baru, yah? Apa penyebab kematiannya?”
“Bunuh diri anakku. Tuh.. di sana ada juga beberapa kuburan karena mati bunuh diri. Ada juga yang mati karena perang, revolusi atawa mempertahankan harga diri.”
“Terus… nisan kecil-kecil ini apa yah?”
“Oh.. ini kuburan blog yang mati muda. Mungkin baru satu atau dua bulan sejak kelahirannya, ia kurang asupan gizi sehingga terkena busung lapar dan matilah ia.”
Mereka bercakap sambil berjalan mengitari areal pekuburan yang seakan tiada batasnya itu.
“Ayah.. ayah.. ini kuburan aneh. Batu nisannya ada pintunya!”
“Oh.. itu kuburan blog yang mati suri anakku. Tanpa diduga oleh siapapun – bahkan Narablognya sendiri, tiba-tiba ia bangkit dari kuburnya lalu gentanyangan ke dunia blog, setelah itu mati suri kembali.”
“Yang ini juga ada pintunya, tetapi kenapa disegel ya yah?”
“Model kuburan seperti ini cukup banyak nak. Blog yang dikubur dengan model semacam ini adalah mereka yang lupa atau sengaja tidak membayar sewa kontraknya. Dalam masa tertentu, mereka wajib memperpanjang masa sewanya.”
Seakan tidak memperdulikan ucapan ayahnya, anak perempuan itu berlari mendekati batu nisan yang masih baru. Ia sibak rumput ilalang yang menutup papan nama dan dengan mengeja ia baca tulisan yang tertera di sana.
Aku kini masih bernafas,
dalam hitungan mundur – pelan tapi pasti, aku akan mati.
Lalu bertunas.
Tetapi mati lagi.
Anak sekecil itu tidak memahami apa yang ia baca barusan. Tetapi ia mengambil bunga kamboja yang berguguran di sekitar tempat itu, lalu menaburkannya di atas batu nisan yang masih baru.
“Untuk mengenang para blog yang telah mati beneran atau sekedar mati suri,
mengheningkan cipta…. dimulai!”
Selamat Hari Blogger 27 Oct 2014