Khaled Hosseini bercerita tentang Afghanistan

Afghanistan adalah negeri yang selalu berperang, demikian jawabanku jika engkau bertanya kepadaku. Referensiku tentang Afghanistan melulu dari tayangan televisi: tentang negeri yang diduduki Rusia, tentang mujahidin yang disokong negara-negara Barat, tentang perang saudara, tentang Taliban, dan terus berkonflik.

Setelah aku membaca novel-novel Khaled Hosseini, ternyata Afghanistan tidak melulu tentang perang.  Adalah Jalaluddin Ar-Rumi, seorang penyair sufi legendaris dalam sejarah peradaban Islam lahir di Balkh Afghanistan pada tahun 1207. Pantas saja,  puisi menjadi  bagian budaya Afghanistan. Malam Kamis menjadi Malam Puisi di kota barat Herat. Laki-laki, perempuan, dan anak-anak berkumpul untuk bertukar syair kuno dan modern. Mereka juga mendengarkan musik Herati tradisional dan menikmati teh manis dan kue sampai larut malam. read more

Alap-alapan Surtikanti

Semenjak Basusena sering berkunjung ke istana Suyudana, Surtikanti suka mencuri pandang ke arah Basusena. Suatu ketika mata keduanya saling beradu. Saling mengagumi satu dengan lainnya. Ada rasa gengsi untuk memperkenalkan diri, meskipun diam-diam Basusena mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang Surtikanti. Demikian pula dengan Surtikanti, ia sering bertanya kepada Suyudana. Kelak Suyudana menjadi comblang keduanya.

Surtikanti adalah anak kedua Prabu Salya dan Pujawati, dari lima bersaudara. Kakaknya bernama Dewi Erawati, sementara adik-adiknya bernama Dewi Banowati, Aria Burisrawa dan Bambang Rukmarata. read more

India #6: Mahakurawa

Judul: Mahakurawa | Parwa I: Cakra Manggilingan (502 hal) | Parwa II: Kaliyuga (651 hal) • Penulis: Anand Neelakantan • Penerbit: Javanica (2019)

Ada ratusan atau bahkan mungkin ribuan versi kisah Mahabharata, dan versi yang paling saya suka adalah Mahakurawa, kisah Mahabharata dari sudut pandang Kurawa. Saya meyakini, sejahat-jahatnya orang, ia masih memiliki sisi baik sebab hati nurani yang ada di setiap orang akan menuntunnya untuk berperilaku atau bersikap baik. Kurawa yang dalam kisah-kisah pewayangan Nusantara mendapatkan cap sebagai pihak yang hitam, dan Pandawa sebagai pihak yang putih. Sebaik-baiknya Pandawa, mereka juga memiliki sifat-sifat buruk.

Pandawa sengaja menggunakan panggilan “Dur” untuk sebagian sepupunya yang masuk klan Kurawa, seperti Suyudana menjadi Duryudana, Susasana menjadi Dursasana atau Susilawati menjadi Dursilawati. “Dur” berarti orang yang tak mampu mengendalikan kekuasaan atau kekuatan. Sabaliknya, Suyudana adalah seorang pangeran yang begitu jujur, pemberani, punya kemauan diri, dan sanggup memperjuangkan apa yang diyakininya. Ia juga tak pernah percaya kalau para Pandawa merupakan keturunan dewata. read more