Mat Kohar duduk leyeh-leyeh di balai-balai depan rumahnya, setelah hampir seharian jajah desa milangkori (jajah = well-traveled, desa milangkori = to go from one village to another) menjajakan dagangannya. Tiba-tiba saja ia kedatangan seseorang berlari ke arah pintu rumahnya. Mat Kohar pun mak gregah bangkit dari duduknya dan menghadang orang tersebut.
“Kisanak, tolonglah saya. Izinkan saya bersembunyi di dalam rumahmu. Saya sedang mendapatkan fitnah, dituduh mencuri uang toko milik Wan Tajir!” kata orang tersebut ketakutan, nafasnya tersengal tidak teratur.
“Hmm.. jadi kamu toh yang sedang dicari-cari oleh para pegawainya Wan Tajir. Tadi waktu saya lewat depan tokonya, orang-orang pada meributkan ada pencuri yang melarikan diri,” kata Mat Kohar.
“Benar. Orang yang dikejar-kejar pegawainya Wan Tajir memang saya. Tapi, demi Allah saya bukan pencurinya,” jawab orang itu.
“Baiklah, saya percaya kamu. Bersembunyilah di dalam rumahku,” ujar Mat Kohar.
Tak lama, Wan Tajir dan para pegawainya sampai di depan rumah Mat Kohar. Dua atawa tiga anak buahnya menunjuk ke arah dalam rumah Mat Kohar dan meyakinkan Wan Tajir kalau mereka melihat orang yang dikejarnya masuk ke dalam rumah itu.
“Ada apa Wan? Kok ramai-ramai datang ke rumahku yang sederhana ini. Silakan duduk,” kata Mat Kohar ramah. read more →