Kosong

Sekira ada kali lima tahunan saya tidak bertemu dengan mas Purwo. Kemarin kami bertemu dalam suatu acara seremonial tempat ia bekerja dan kebetulan saya mendapatkan undangan untuk hadir di sana. Saya melihat prejengan mas Purwo yang semakin muda saja. Lelaki 48 tahun itu terlihat seperti baru berumur 35 tahun.

“Rahasianya apa mas?” tanya saya setelah ngalor-ngidul menceritakan kabar masing-masing. Ia tersenyum. Konon, sudah belasan orang yang mengajukan pertanyaan seperti saya kepadanya. “Mengosongkan pikiran!” jawabnya singkat.

Tentu saja saya mengejar pernyataannya itu, hawong saya penasaran banget jeread more

Mendoakan orang lain

Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama”. (Nabi Muhammad SAW)

Pagi ini, Mas Suryat tersenyum sumringah. Rupanya semalam ia mendapatkan rejeki nomplok. Hmm… apa bisa dibilang rejeki nggak ya? Karena uang segepok yang diterima semalam sebenarnya adalah uangnya sendiri. Ceritanya begini. Salah seorang kawannya, tiga tahun lalu hutang kepadanya dan berjanji bulan depannya hutang tersebut akan dikembalikan. Ternyata, janji itu meleset dan membuat janji baru dan selalu meleset. Akhirnya, Mas Suryat merasa nggak enak hati setiap kali akan menagih hutang kepada temannya itu. Sementara, teman Mas Suryat tersebut merasa kebetulan nggak ditagih hutang lagi. read more

Ngecas iman

“Sebelum kamu mengunjunginya, Mekkah akan selalu menantimu. Ketika kamu meninggalkannya, Mekkah akan selalu memanggilmu kembali. Selamanya…,” kata Mas Suryat kepada Kang Edo, sahabatnya.

“Iya mas. Penantian lima tahun nih, sejak aku ke sana pada musim haji. Alhamdulillah, akhirnya pertengahan bulan ini aku jadi berangkat umroh. Untuk ngecas iman,” tukas Kang Edo berseri-seri.

Loh, ngapain jauh-jauh ke Mekkah kalau hanya sekedar ngecas iman. Bukankah di sini juga bisa. Misalnya dengan mengikuti tausiyah para mubaligh atau ngaji malam jumatan di majlis taklim,” komentar Cak Munawir. Beliau ini juga bersahabat erat dengan Mas Suryat maupun Kang Edo.

“Beda rasanya, Cak. Ibarat voltase listrik, ngecas iman di Mekkah setrumnya lebih mengena. Pendapat Mas Suryat bagaimana?” sahut Kang Edo.

Mas Suryat mengangkat tangan, tanda minta jeda sejenak karena extension-nya berdering dan harus ngangkat telepon dulu.

Loh, ke Mekkah kan mahal? Atau yang paling murah ya dengar tausyiah sambil tiduran lihat ceramah subuh di tipi he..he..,” sahut Cak Munawir.

“Menurutku sih, Kang Edo benar,” kata Mas Suryat sambil meletakkan gagang telepon, “Kata pepatah Jawa jer basuki mawa bea.”

“Nah… itu! Entah haji entah umroh perlu biaya mahal. Itu yang aku nggak sanggup!” sergah Cak Munawir.

Ngene Cak. Ini menurut pendapat pribadiku. Setiap muslim, yakni orang yang sudah bersyahadat, pasti sudah dipanggil oleh Gusti Allah untuk datang ke rumahNya, ke Mekkah, di mana bangunan Kabah berdiri kokoh di sana. Masalahnya, kita mau mendengar apa nggak panggilan itu,” papar Mas Suryat.

“Kalau pun aku mendengar, tapi nggak punya biaya piye mas?” Cak Munawir ngeyel.

“Bukankah Gusti Allah Maha Kaya, Cak? Mudah bagiNya memberikan ongkos pergi ke rumahNya, bukan?” Kang Edo memberikan pendapatnya.

Yup. Aku sepakat dengan Kang Edo. Dia yang memanggil, Dia yang akan bertanggung jawab bagaimana kita bisa sampai ke rumahNya. Kita yang dipanggil olehNya tinggal menjawab: labaik allahuma labaik. Ya Allah aku datang karena panggilanMu. Ngono, Cak!” kata Mas Suryat.

“Nah, sudah jelas perbedaan ngecas iman di sini dan di sana. Di Masjidil Haram kita akan beribadah sepuas hati. Bertawaf dan bersa’i bersama ribuan orang melafalkan asma Allah. Kemudian kita berkunjung ke rumah Kanjeng Nabi, lagi-lagi kita beribadah sepuas hati. Kita tumpahkan rindu kepada manusia paling agung di muka bumi. Kita shalat di masjidnya. Kita bershalawat dekat dengan makamnya. Apa nggak nyetrum beribu voltase, Cak?” kata Kang Edo berapi-api.

“Tapi aku nggak punya uang!” kata Cak Munawir.

“Pamali Cak, ngomong nggak punya uang. Taruhlah di kantong celanamu tinggal seribu, artinya kamu punya uang. Seperti kata Kang Edo tadi. Gusti Allah Maha Kaya. Kita tinggal meminta kepadaNya. Tapi ya kudu sabar,” kata Mas Suryat.

Labaik allahuma labaik.