“Namaku Cindelaras, rumahku di tengah hutan dengan hanya beratap daun pisang kering belaka. Kalian jangan salah mengeja atau memelesetkan namaku dengan Cinderella, sebab aku anak laki-laki. Saat ini umurku belum genap sembilan tahun. Lihatlah, aku membawa seekor ayam jago yang pilih tanding. Aku pergi dari kampung ke kampung untuk mengadu ayam jagoku. Ayo, kalau kalian ingin mengadu ayam kita buat lingkaran dan kita lihat ayam siapa yang paling unggul,” demikian setiap kali aku mengajak orang untuk mengadu ayam.
Kemudian orang-orang pada penasaran, anak sekecil aku kok menjadi tukang adu ayam. Benar saja, ayam-ayam jago mereka beradu dengan ayam jago milikku, dan ayamku yang menjadi pemenangnya. Eloknya, setiap mengakhiri persabungan itu ayam jagoku akan berteriak lantang: aku jagone Cindelaras…. omahku tengah ngalas… payone godhong klaras… kukuruyuk….!!!
Terdengar lucu ya? Memang demikian kluruk kemenangan ayam jago yang sangat aku sayangi. Ia aku rawat sejak ia masih berupa telur. Secara tak sengaja aku menemukan telur ini ketika aku bermain-main di sekitar hutan yang menjadi tempat tinggalku. Ibu mengajariku bagaimana cara menetaskan telur itu. read more