Akulah Cindelaras

“Namaku Cindelaras, rumahku di tengah hutan dengan hanya beratap daun pisang kering belaka. Kalian jangan salah mengeja atau memelesetkan namaku dengan Cinderella, sebab aku anak laki-laki. Saat ini umurku belum genap sembilan tahun. Lihatlah, aku membawa seekor ayam jago yang pilih tanding. Aku pergi dari kampung ke kampung untuk mengadu ayam jagoku. Ayo, kalau kalian ingin mengadu ayam kita buat lingkaran dan kita lihat ayam siapa yang paling unggul,” demikian setiap kali aku mengajak orang untuk mengadu ayam.

Kemudian orang-orang pada penasaran, anak sekecil aku kok menjadi tukang adu ayam. Benar saja, ayam-ayam jago mereka beradu dengan ayam jago milikku, dan ayamku yang menjadi pemenangnya. Eloknya, setiap mengakhiri persabungan itu ayam jagoku akan berteriak lantang: aku jagone Cindelaras…. omahku tengah ngalas… payone godhong klaras… kukuruyuk….!!! 

Terdengar lucu ya? Memang demikian kluruk kemenangan ayam jago yang sangat aku sayangi. Ia aku rawat sejak ia masih berupa telur. Secara tak sengaja aku menemukan telur ini ketika aku bermain-main di sekitar hutan yang menjadi tempat tinggalku. Ibu mengajariku bagaimana cara menetaskan telur itu.  read more

Legenda Coban Rondo

Pada sebuah desa di lereng Gunung Kawi penduduknya sedang bergotong-royong membersihkan jalan utama. Beberapa diantara mereka memasang umbul-umbul dan mengecat pagar dengan kapur putih. Kesibukan paling luar biasa terlihat di rumah Ki Demang Ranu. Maklum, Ki Demang Ranu akan mantu. Anak perempuannya yang bernama Dewi Anjarwati itu akan melangsungkan pernikahan dengan dengan Raden Baron Kusumo, anak salah satu kerabat istana yang berasal dari lereng Gunung Anjasmoro.

Tentunya Ki Demang Ranu tak ingin dibuat malu pada acara penyambutan besan dan menantunya nanti, maka ia kerahkan rakyatnya untuk membersihkan desa dan menghias jalanan dengan umbul-umbul untuk menyambut tamu kehormatan. Ia sangat bangga mendapatkan besan seseorang yang berdarah biru dan ia merasa hal itu akan mengangkat derajatnya. read more