Legenda Coban Rondo

Pada sebuah desa di lereng Gunung Kawi penduduknya sedang bergotong-royong membersihkan jalan utama. Beberapa diantara mereka memasang umbul-umbul dan mengecat pagar dengan kapur putih. Kesibukan paling luar biasa terlihat di rumah Ki Demang Ranu. Maklum, Ki Demang Ranu akan mantu. Anak perempuannya yang bernama Dewi Anjarwati itu akan melangsungkan pernikahan dengan dengan Raden Baron Kusumo, anak salah satu kerabat istana yang berasal dari lereng Gunung Anjasmoro.

Tentunya Ki Demang Ranu tak ingin dibuat malu pada acara penyambutan besan dan menantunya nanti, maka ia kerahkan rakyatnya untuk membersihkan desa dan menghias jalanan dengan umbul-umbul untuk menyambut tamu kehormatan. Ia sangat bangga mendapatkan besan seseorang yang berdarah biru dan ia merasa hal itu akan mengangkat derajatnya.

Penduduk juga sangat senang dengan rencana pernikahan tersebut. Betapa tidak, Dewi Anjarwati yang menjadi kembang desa akan disunting oleh pemuda tampan. Ki Demang Ranu tak main-main mempersiapkan acara perkawinan anak perempuannya itu. Tukang paes terbaik di kadipaten ia sewa untuk merias pengantin puteri. Grup gamelan paling kondang ia panggil untuk acara hiburannya. Ia juga menyembelih tujuh ekor kerbau yang gemuk-gemuk untuk menjamu para tamunya.

Arkian, waktu yang ditentukan datang juga. Sangat meriah acara perkawinan Dewi Anjarwati dan Raden Baron Kusumo. Semua orang mengagumi kecantikan pengantin puteri dan ketampanan pengantin putera yang kini duduk di pelaminan. Senyum manis tak lepas dari keduanya.

***

Tanpa terasa sudah selapan (35 hari) berlalu. Bagi Dewi Anjarwati dan Raden Baron Kusumo tiada hari tanpa bulan madu. Pada suatu pagi mereka menghadap Ki Demang Ranu menyampaikan maksudnya.

“Romo, perkenankan saya mengajak diajeng Anjarwati untuk berkunjung ke rumah saya di lereng Gunung Anjasmoro, biar diajeng Anjarwati dapat mengenal kerabat dan keluarga besar saya,” ujar Baron Kusumo dengan takzim.

Ngger cah bagus, apa tidak bisa menunggu hingga tiga purnama. Menurut perhitunganku, hari ini bukan hari yang baik untuk bepergian. Coba kamu pikir lagi,” kata Ki Demang.

Suwun sewu Romo, saya dan kakang Kusumo akan berhati-hati di jalan. Rencana ini sudah kami pikirkan dengan masak. Mohon doa restunya,” Anjarwati ikut berbicara.

Maka keinginan sepasang pengantin baru itu pun dikabulkan oleh Ki Demang dengan berat hati. Namun demikian ia menyertakan lima prajurit kademangan untuk mengawal mereka.

***

Malang tak dapat ditolak, untuk tak dapat diraih. Dalam perjalanannya, kedua pengantin itu bertemu seorang lelaki yang bersikap brangasan. Sebut saja ia dengan Joko Lelono, seorang jejaka yang tak jelas asal-usulnya. Ia terpesona oleh kecantikan Anjarwati dan bermaksud merebutnya dari tangan Baron Kusumo. Tentu saja, Baron Kusumo naik darah terhadap sikap lelaki yang ingin merebut istrinya.

Joko Lelono menantang berkelahi. Tiga prajurit yang menyertai Baron Kusumo maju untuk melawan Joko Lelono. O, entah dengan jurus apa, ketiga prajurit itu mudah dikalahkan oleh Joko Lelono. Baron Kusumo segera membaca situasi, dan memerintahkan dua prajurit yang tersisa untuk membawa pergi istrinya dan disembunyikan di tempat yang aman. Ia sendiri akan segera menyusul setelah mengalahkan Joko Lelono.

Rupanya Baron Kusumo salah duga. Joko Lelono ternyata musuh yang sangat tangguh. Perkelahian keduanya berlangsung sangat lama dan akhir dari perkelahian itu keduanya tewas. Sampyuh.

***

Kedua prajurit itu membawa Dewi Anjarwati mencari tempat persembunyian yang aman. Dalam pelariannya itu, mereka melihat sebuah coban/air terjun yang mungkin cocok untuk tempat persembunyian Anjarwati. Salah satu prajurit menyibak air terjun, dan benar saja di balik air terjun terdapat goa dan sebuah batu besar. Tempat yang sempurna untuk bersembunyi.

Setelah dua prajurit itu menyembunyikan Dewi Anjarwati, mereka kembali ke tempat perkelahian untuk membantu Baron Kusumo. Namun terlambat, mereka menemukan keduanya telah menjadi mayat.

Kedua prajurit itu kembali ke Anjarwati dan mengabarkan berita duka. Dengan kematian suaminya itu, statusnya kini menjadi janda atau rondo dalam bahasa Jawa. Anjarwati menangis berhari-hari di atas batu besar di balik air terjun. Merenungi nasib buruk yang menimpanya.

Note:
Legenda ini saya interprestasikan secara bebas dari papan tulisan “Legenda Coban Rondo” yang terdapat di obyek wisata Coban Rondo Malang