Senja hampir menabrak malam. Pintu bilik Retna Manggali masih tertutup rapat. Dari luar bilik terdengar sedu-sedan tangis perawan Desa Jirah yang mengurung diri sejak ia pulang mencuci pakaiannya di sungai pinggir desa. Beberapa kali ibunya mengetuk pintu, alih-alih mendapatkan jawaban dari anaknya, Retna Manggali semakin keras tangisnya. Perempuan setengah tua yang wajahnya masih menyisakan banyak kecantikan itu menghela nafas. Ada apa dengan anak perempuanku?
Ia pergi ke dapur untuk memanasi sup ayam kesukaan Retna Manggali. Perempuan setengah tua itu tak lain adalah Calon Arang, di mana beberapa kalangan memberikan julukan padanya sebagai Janda dari Jirah, dengan bernada sinis. Entah apa maksud orang-orang memanggilnya demikian, apa salahnya ia menjadi seorang janda? Toh, bukan keinginannya kalau ia ditinggal mati oleh suaminya.
Dengan lembut kembali ia memanggil anak gadisnya. Retna Manggali luluh hati, keluar bilik dengan mata sembab. Begitu melihat ibunya, ia memeluk erat dengan masih tersedu. read more