O, menikahlah denganku

Diam-diam terjadi jalinan kisah asmara antara Siti Sundari dengan Abimanyu. Sejak Pandawa dalam masa pembuangan 13 tahun, Arjuna menitipkan Abimanyu – buah perkawinannya dengan Supraba – dalam pengasuhan Kresna. Hubungan kekerabatan antara Abimanyu dan Siti Sundari masih tergolong sepupuan, sebab Kresna merupakan pakdenya Abimanyu.

Karena mereka saling bertemu saban harinya, cinta mereka bersemi dan tumbuh dengan suburnya. Tentu saja, Kresna mengetahui hubungan tersebut dan ia sangat menyetujui jika ia kelak berbesanan dengan Arjuna.

“Aku akan melamarmu, dik!” ujar Abimanyu pada suatu senja.

***

Sementara itu di Hastinapura, Lesmana Madrakumara sedang merayu ayahnya untuk melamarkan seorang gadis untuk dijadikan istri. Luka hati Lesmana belum sembuh betul ketika minggu lalu cintanya ditolak mentah-mentah oleh Pergiwa, gadis hitam manis yang lebih memilih Gatotkaca menjadi jodohnya. read more

Pak Sastro priayi jantan

Dari JOG Kika mengabari saya kalau mBah Kung – untuk menyebut Sapardi Djoko Damono – punya novel baru berjudul Suti. Saya pun segera berburu buku dimaksud di toko buku langganan. Buku setebal 192 halaman yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas (2015) ini, saya baca hanya dalam satu dudukan.

Siapa sih yang tidak tersihir oleh kalimat-kalimat ajaib milik mBah Kung? Novel ini dibagi menjadi tiga babak. Perhatikan kalimat pembuka novel ini:

“Mblok, dah dengar ada orang baru?”

“Udah. Yang namanya Den Sastro itu, kan? Yang katanya dulu tinggal di Ngadidayan itu, kan?”

“Kemarin lakiku dipanggil, disuruh bikin sumur. Kerja bapak itu di mana, sih?”

“Mana aku tahu?”

“Ganteng banget priayinya, edan tenan! Cakrak seperti Prabu Kresno hehehe.”

Penulis sekaliber mBah Kung tentu saja pandai membikin kalimat yang menarik yang membuat pembaca jatuh cinta pada bacaan pertama. read more

Hutang rindu dibayar rindu #3

Tiba-tiba muncul Panglima Sutakasi dan pasukan pemberontak meringsek masuk ke alun-alun dengan sengaja lengkap. Semua orang terkejut dan terkecuali raja sendiri.

“Berikan pedangmu, wahai Raka Paranggelung sebagai tanda taklukmu kepadaku!” teriak Sutakasi.

Raja Paranggelung beranjak dari kursinya. Pedang tergenggam di tangan di kanannya. Ia berjalan pelan ke arah Sutakasi dengan cara menunduk. Sebuah sikap penyerahan diri.

Panglima Sutakasi mongkog hatinya, sebab sebentar lagi ia menerima tanda takluk Raja Paranggelung. Namun, Sutakasi salah duga. read more