Pak Sastro priayi jantan

Dari JOG Kika mengabari saya kalau mBah Kung – untuk menyebut Sapardi Djoko Damono – punya novel baru berjudul Suti. Saya pun segera berburu buku dimaksud di toko buku langganan. Buku setebal 192 halaman yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas (2015) ini, saya baca hanya dalam satu dudukan.

Siapa sih yang tidak tersihir oleh kalimat-kalimat ajaib milik mBah Kung? Novel ini dibagi menjadi tiga babak. Perhatikan kalimat pembuka novel ini:

“Mblok, dah dengar ada orang baru?”

“Udah. Yang namanya Den Sastro itu, kan? Yang katanya dulu tinggal di Ngadidayan itu, kan?”

“Kemarin lakiku dipanggil, disuruh bikin sumur. Kerja bapak itu di mana, sih?”

“Mana aku tahu?”

“Ganteng banget priayinya, edan tenan! Cakrak seperti Prabu Kresno hehehe.”

Penulis sekaliber mBah Kung tentu saja pandai membikin kalimat yang menarik yang membuat pembaca jatuh cinta pada bacaan pertama.

Babak Satu

Tidak ada yang tahu siapa ayah Suti, dan tampaknya juga tidak ada yang peduli, meskipun kadang-kadang terdengar juga bisik-bisik tentang kulit Suti yang tidak gelap dan matanya yang tidak begitu lebar tetapi tidak pernah ada yang berani menanyakan asal-usul Suti kepada ibunya. Mereka tidak mau mengganggu perasaan tetangga dan lebih suka menjadikannya bahan obrolan di kelompok terbatas, yang tidak punya hiburan lain kecuali duduk-duduk di lincak kalau sedang tidak ada yang dikerjakan. (hal 10-11)

Babak Dua

Setiap kali sendirian bersama ayah Kunto di rumah, Suti berusaha mati-matian untuk mengusir bayang-bayang yang terus memburunya sejak kecil ketika ia suka menonton upacara patilan kuda Kang Mangun. Pak Sastro bukan pejantan, dia benar-benar priayi jantan!  Begitu selalu katanya kepada dirinya sendiri sambil mengusap peluh. Tidak pernah dimasalahkannya apakah tidak adanya orang rumah yang lain merupakan dosa yang pasti akan menyeretnya ke neraka atau justru berkah yang sudah sepantasnya disyukuri. (hal 76)

Babak Tiga

Bu Sastro bangkit, memegang tangan anak itu, mencium dan membisikinya. Saat itulah Suti seperti mendengar bisikan itu, Bapak telah memenuhi janjinya memberiku anak perempuan. (hal 191)