Sihir Laskar Pelangi


: mengenang Veris “Mahar” Yamarno

Sejak film Laskar Pelangi diputar pertama kali di layar lebar, baru Minggu 12/10/08 kemarin mendapatkan kesempatan nonton. Mudik lebaran ke Solo kemarin, bolak-balik ke Grand 21 tidak dapat tiket. Saat main ke Djogja, demikian juga. Di Ambarukma Mall, juga full. Di Metmal 21 Bekasi dan di Lippo 21 Cikarang, sama saja, antri karcis mengular, itupun untuk nonton bukan di jam saat antri itu. Akhirnya, berkesempatan nonton di Ciwalk XXI, Bandung, meski mendapatkan kursi deretan kedua dari depan layar. read more

Papringan belakang rumah

Membaca artikel Nostalgia Papringan-nya mBak Prih, mau ndak mau kenangan di masa kecil dulu muncul di benak ini. Saya ingin ikut bernostalgia pada sebuah papringan yang berada di belakang rumah.

Rumpun bambu yang saya maksud itu bukan merupakan properti keluarga saya, tetapi milik Pakde Wiryo. Papringan jadi pertanda pembatas tanah, tumbuh di pinggir kalen/sungai kecil. Di bawah papringan tersebut menjadi tempat favorit anak-anak untuk beraktivitas dolanan: benthik, kelereng, sarsur kulonan, pasaran, dan sebagainya. Tempatnya sangat sejuk.

Saya ingat, di salah satu sudut ada kuburan kecil, tempat bersemayamnya janin mBokde Wiryo yang lahir miskram. Setiap malam jumat selalu ada kembang setaman yang ditaburkan di atasnya. Kami yang bermain di sana pada waktu siang hari  tak ada rasa takut, tetapi kalau hari sudah malam tak satupun dari kami berani sendirian melewati papringan tersebut.

Waktu kecil kami sangat akrab dengan papringan itu. read more

FC IPA 3, Siapa Berani Lawan?

Saya tidak ingat, kenapa kami dahulu ketika klas 1 dan 2 SMA suka banget main bola. Siapa juga yang mendisain kaos olah raga abu-abu bergambar burung hantu yang sedang memikirkan sebuah hitungan: 1 + 1/3 kalau disusun ke bawah menjadi seperti 1 + 1 = 3. Kemudian di bawah gambar burung hantu tertulis 1 IPA 3. Pada saat kelas 2 dan klas 3, menggunakan kaos olah raga warna kuning – hijau. Dengan kaos-kaos itulah kami suka main bola.

Lapangan yang kami gunakan untuk main bola ada di sebelah barat rumah saya, sekarang sudah diberi nama Stadion 45, dulu lapangan ini terbuka hanya dibatasi tanggul, orang-orang menyebut Lapangan Umum. Kalau pas olah raga di sini, rumah saya sering dipakai sebagai tempat untuk ganti baju atau sekedar minum air putih setelah olah raga. Selain lapangan umum, kami juga menggunakan lapangan Tegalasri (di belakang kantor DPRD). read more