Can U Speak English, Sir?

Sekitar Masjidil Haram banyak sekali pengemis. Mereka duduk di sepanjang trotoar jalan menuju pintu masuk masjid. Padahal ada puluhan pintu masuk, jadi tinggal hitung saja ada berapa pengemis. Umumnya mereka ini wanita berkulit hitam. Kata-kata yang diucapkan keras-keras saat orang lewat di sekitarnya : “fi sabilillah…sadaqah…” dilagukan dan berulang-ulang diucapkan. Pengemis kecil tak kalah banyaknya, wanita kulit hitam juga. Mereka duduk bersimpuh, kedua tangannya terpotong sampai sikunya dibalut dengan lengan jaketnya. Tetapi jika kebetulan ada operasi polisi, mereka lari menyembunyikan diri. Nah, pada saat lari itulah tiba-tiba tangan-tangan mereka kembali utuh…muncul dari balik lipatan jaketnya…

Ada juga pengemis yang terang-terangan minta, mereka ini laki-laki dewasa datang mendekati kita dan berkata: “sadaqah…riyal…riyal…” Atau anak kecil kulit hitam, dia akan menarik baju kita saat meminta dan akan berakting menangis karena tidak tidak memberi uang. Eh, si anak ini menolak ketika saya kasih uang 1000 rupiah, baru mau pergi setelah saya kasih sebungkus permen mentos.

Pertama kali saya tidak ngeh dengan pengemis model yang ketiga ini. Sepasang suami istri membawa 2 orang anak, satu masih bayi tidur di kereta bayi. Saya bertemu mereka minggu pertama di halaman Masjidil Haram. Ketika berpapasan, yang laki-laki menyapa saya : “Can U Speak English, Sir?” Saya pun berhenti sejenak memperhatikan keluarga ini. Lelaki itu mulai bicara kalau mereka datang dari Pakistan, uangnya habis untuk biaya hotel, sekarang kehabisan bekal tidak ada uang untuk membeli susu anaknya yang masih bayi. 10 Riyal saya berikan kepada lelaki tersebut.

Hari berikutnya saya semakin sering melihat suami-istri mendorong kereta bayi yang mendekati para jamaah. Iseng-iseng saya melewati salah satu dari mereka, siapa tahu saya disapa. Kali ini yang menyapa pihak wanitanya : “Can U Speak English, Sir?” Saya jawab : “Haaa…. aya naon??!!” Mereka pun berlalu.

Secara tak sengaja esoknya saya disapa lagi oleh laki-laki pendorong kereta bayi yang kemarin saya kasih 10 riyal : “Can U Speak English, Sir?” Dengan ekspresi yang sama dengan yang dulu, bergantian saya perhatikan anak dan istrinya, sementara dia nerocos dengan kalimat yang sama ketika bertemu saya dulu.

Maka saya menanggapi begini : “Do U remember me? Yang ngasih 10 riyal tea!!!”

Lelaki itu bilang : “Oh… I’m sorry” sambil mendorong kereta bayi menjauhi saya. Ketika anaknya yang besar menengok, saya tersenyum dan melambaikan tangan kepadanya.

Sweeping Barang Bawaan

Mudah-mudahan tulisan dan artikel ini bermanfaat bagi teman-teman yang terkena musibah sweeping barang-barang di Bandara Madinah tempo hari. Jadi, sabar saja karena barang-barang kalian masih di Madinah sana.

SATU KONTAINER BARANG BAWAAN JEMAAH HARI PERTAMA KEPULANGAN TERKENA SWEEPING DI BANDARA AMIR MOHAMMAD BIN ABDUL AZIZ

Madinah, 27/12 (MCH)–Hari pertama (26/12) pemulangan jemaah haji Indonesia gelombang kedua ke Indonesia melalui pelabuhan udara Amir Mohammad Bin Abdul Aziz Madinah diwarnai dengan menumpuknya barang-barang bawaan jemaah hasil sweeping petugas.

Tidak kurang dari 1 kontainer barang bawaan hasil sweeping hari pertama yang dilakukan petugas bandara dan pihak penerbangan Saudi Arabia diangkut ke gudang penyimpanan barang di Madinah. Walaupun sudah diberikan surat edaran ke setiap sektor serta sosialisasi barang bawaan dan tentengah, namun masih banyak ditemukan jemaah haji yang melakukan spekulasi membawa barang bawaan di luar ketentuan penerbangan internasional.

Barang bawaan hasil sweeping tersebut sebagian besar merupakan buah tangan dari jemaah haji yang akan dibawa pulang ke tanah air seperti Air Zam-zam, sajadah, mainan anak, kemeja dan peralatan dapur. Jumlah barang tercecer tersebut diperkirakan akan terus bertambah mengingat pihak penerbangan maupun bandara Amir Mohammad bin Abdul Aziz terus melakukan sweeping pada para jemaah yang memasuki kawasan bandara.

Menurut wakil kadaker Madinah, bidang pelayanan kedatangan dan pemulangan jemaah Muizzul Hidayat, pihak Daker telah berupaya melakukan pendekatan dengan para jemaah, agar barang bawaan yang melebihi kapasitas, dikirim melalui cargo, namun ternyata masih ada yang ingin mencoba-coba sehingga barang-barang tersebut terkena sweeping. Saya tidak habis pikir, masih banyak jemaah yang membawa barang bawaan yang melebihi ketentuan, karena sosialisasi telah dilakukan” Ujar Muizzul Hidayat sambil memperlihatkan foto copy surat edaran.

Untuk menanggulangi semakin banyaknya barang jemaah yang terkena sweeping daker Madinah kembali melakukan pengawasan lebih ketat terhadap jemaah yang akan meninggalkan Madinah. Para jemaah agar membatasi barang bawaannya, namun apabila sudah terlanjur dibeli ya dikirim saja melalui Cargo, kan sayang kalau disweeping” tambah Muizzul Hidayat.

Belum diketahui akan diapakan tumpukan barang hasil sweeping barang milik jemaah haji Indonesia tersebut nantinya, karena sampai saat ini belum ada kebijaksanaan apapun yang dikeluarkan dari pihak-pihak terkait. (Sumber : www.depag.go.id tanggal 29 Desember 2008)

Saya mengalami sendiri peristiwa di atas. Menurut pengamatan saya, petugas Indonesia sangat arogan dalam bertindak. Kasar sekali mereka memperlakukan para tamu Allah SWT ini. Seperti perlakukan kepada tenaga kerja illegal. Sejak turun dari bus, petugas meneriaki kami supaya segera antri, barisan laki-laki dipisahkan dari barisan perempuan.

Melalui pengeras suara petugas menghardik para jamaah agar menyingkirkan barang-barang bawaan yang tidak masuk dalam tas tentengan (warna biru) yang disediakan oleh pihak penerbangan, seperti tas plastik, koper kecil atau tas wanita yang biasa digunakan oleh ibu-ibu. Petugas meyakinkan kami bahwa barang-barang yang dipisah tersebut akan diangkut juga oleh pesawat, tapi masuk dalam bagasi, nanti bisa diambil di Bandara Soekarno Hatta. Semua orang sibuk memberikan identitas barang-barangnya.

Ada juga sih yang membandel, terutama mereka yang sudah sangat biasa naik pesawat, mereka sangat tahu bagaimana aturan membawa barang naik ke pesawat. Dan benar saja, ketika petugas bandara (orang arab) memeriksa barang bawaan jamaah selain tas tentengan warna biru tetap diijinkan dibawa masuk ke pesawat.

Saya sempat melihat, barang-barang yang “disweeping” sudah menumpuk banyak sekali. Bahkan ada beberapa teman masuk ke pesawat dengan berlenggang tangan karena tas koper (yang kalau dalam penerbangan komersial masih boleh dibawa ke dalam pesawat) mereka pun harus masuk bagasi.

Sampai di Bandara Soekarno Hatta, para jamaah tidak mendapati barang-barang yang katanya dibawa di bagasi pesawat. Mereka masih menduga barang-barangnya terbawa bersama-sama dengan koper-koper besar yang sudah diangkut lebih dulu ke Asrama Haji Bekasi.

Jam 2 dini hari, bus-bus yang membawa kami sampai di Asrama Haji Bekasi. Kami diminta untuk mengecek apakah koper-koper kami sudah ada di sana (oleh petugas koper-koper sudah ditata rapi per kelompok). Setelah kami cek, koper-koper diangkut ke truk untuk dibawa ke Wisma Haji Karawang. Bagi teman-teman yang menitipkan barang-barang bawaannya di bagasi, kecewa lagi, karena barang-barang mereka tidak ada di Asrama Haji Bekasi. Petugas di sana mengatakan, hanya koper-koper saja yang dikirim dari Bandara Soekarno Hatta. Para petugas tidak mengetahui sama sekali kalau ada barang-barang lain milik jamaah.

Kalau membaca berita di atas, berarti barang-barang para jamaah masih di Madinah sana. Memang sih, sepanjang perjalanan menuju Karawang sebagian teman-teman saya sudah mengikhlaskan barang-barangnya tidak bakal kembali kepadanya. Saya terenyuh ketika mendengar cerita mereka, bahwa barang-barang tersebut berisi oleh-oleh bahkan ada yang bernilai sampai 5 juta rupiah.

Lebih tragis lagi, yang berlenggang tangan tadi. Saya tidak bisa membayangkan, apa yang mereka rasakan ketika mereka pulang dari Tanah Haram dengan tangan kosong.

“Belum diketahui akan diapakan tumpukan barang hasil sweeping barang milik jemaah haji Indonesia tersebut nantinya, karena sampai saat ini belum ada kebijaksanaan apapun yang dikeluarkan dari pihak-pihak terkait”. Pak Menteri Agama Yth, artinya tumpukan barang tersebut akan dibiarkan saja kan?

Belajar Ketekunan dan Kesabaran dari Cianjur

Pulang – pergi dari maktab ke Masjidil Haram pemerintah menyediakan bus angkutan jamaah. Karena jumlahnya terbatas, maka untuk dapat masuk ke dalam bus harus berebutan dan memerlukan perjuangan tersendiri. Untuk sampai ke maktab yang saya tempati, bus harus ganti setelah tiba di terminal A. Nah, dari terminal ini ke maktab, kemungkinan untuk dapat tempat duduk sangat besar.

Di terminal dekat Masjidil Haram saya menolong seorang kakek untuk dapat masuk ke dalam bus. Ternyata di terminal A, kakek tersebut ganti bus yang kebetulan satu jurusan dengan saya sehingga saya duduk dalam satu bangku.

Kami pun saling menyapa dan bertanya dengan kalimat standar yang biasa digunakan oleh jamaah: asal dari mana, kloter berapa, tiba di Tanah Haram kapan atau tinggal di maktab nomor berapa? Tetapi selalu saja kami tidak pernah menanyakan namanya siapa.

Kakek ini (tuh kan, saya juga tidak menanyakan namanya) asal Cianjur. Dia berkata, kalau saya termasuk yang beruntung karena pergi ke Tanah Haram ketika usia masih muda fisik masih kuat untuk melakukan ibadah. Saya pun jadi tertarik untuk mengorek cerita dari si kakek ini.

Kakek ini pensiunan PNS sejak 21 tahun lalu. Ketika saya tanya dengan siapa ke Tanah Haram ini, dia menjawab sendirian, mestinya dengan istrinya tetapi satu setengah tahun lalu istrinya meninggal dunia. Saya lihat matanya berkaca-kaca saat bilang kalau istrinya meninggal. Kemudian si kakek bercerita,kalau dia bisa ke Tanah Haram ini menabung selama 26 tahun!

Sedikit demi sedikit dia menyisihkan penghasilannya untuk dimasukkan dalam tabungan ONH. Tabungannya dan milik istrinya. Seandainya istrinya belum meninggal, belum tentu tahun ini dia bisa ke Tanah Haram, karena tabungan masing-masing dari mereka berjumlah setengah dari ONH. Saya jadi maklum kenapa kakek di sebelah saya ini berlinang air matanya.

Kalau kakek tadi bilang saya termasuk yang beruntung memang benar, karena saya hanya butuh waktu 8 tahun menabung untuk ONH. Saya membayangkan betapa tekun dan sabarnya orang tua tersebut menyisihkan sebagian penghasilannya untuk tabungan ONH selama 26 tahun. Saya pejamkan mata mengucapkan syukur karena keberuntungan saya tadi. Saya akan belajar dari ketekunan dan kesabaran kakek dari Cianjur ini.

Jadi, mumpung masih muda segeralah pergi ke bank untuk membuka rekening tabungan haji, selanjutnya biarkan Gusti Allah yang mengisinya. Niat saja tidak cukup, kawan.