Sweeping Barang Bawaan

Mudah-mudahan tulisan dan artikel ini bermanfaat bagi teman-teman yang terkena musibah sweeping barang-barang di Bandara Madinah tempo hari. Jadi, sabar saja karena barang-barang kalian masih di Madinah sana.

SATU KONTAINER BARANG BAWAAN JEMAAH HARI PERTAMA KEPULANGAN TERKENA SWEEPING DI BANDARA AMIR MOHAMMAD BIN ABDUL AZIZ

Madinah, 27/12 (MCH)–Hari pertama (26/12) pemulangan jemaah haji Indonesia gelombang kedua ke Indonesia melalui pelabuhan udara Amir Mohammad Bin Abdul Aziz Madinah diwarnai dengan menumpuknya barang-barang bawaan jemaah hasil sweeping petugas.

Tidak kurang dari 1 kontainer barang bawaan hasil sweeping hari pertama yang dilakukan petugas bandara dan pihak penerbangan Saudi Arabia diangkut ke gudang penyimpanan barang di Madinah. Walaupun sudah diberikan surat edaran ke setiap sektor serta sosialisasi barang bawaan dan tentengah, namun masih banyak ditemukan jemaah haji yang melakukan spekulasi membawa barang bawaan di luar ketentuan penerbangan internasional.

Barang bawaan hasil sweeping tersebut sebagian besar merupakan buah tangan dari jemaah haji yang akan dibawa pulang ke tanah air seperti Air Zam-zam, sajadah, mainan anak, kemeja dan peralatan dapur. Jumlah barang tercecer tersebut diperkirakan akan terus bertambah mengingat pihak penerbangan maupun bandara Amir Mohammad bin Abdul Aziz terus melakukan sweeping pada para jemaah yang memasuki kawasan bandara.

Menurut wakil kadaker Madinah, bidang pelayanan kedatangan dan pemulangan jemaah Muizzul Hidayat, pihak Daker telah berupaya melakukan pendekatan dengan para jemaah, agar barang bawaan yang melebihi kapasitas, dikirim melalui cargo, namun ternyata masih ada yang ingin mencoba-coba sehingga barang-barang tersebut terkena sweeping. Saya tidak habis pikir, masih banyak jemaah yang membawa barang bawaan yang melebihi ketentuan, karena sosialisasi telah dilakukan” Ujar Muizzul Hidayat sambil memperlihatkan foto copy surat edaran.

Untuk menanggulangi semakin banyaknya barang jemaah yang terkena sweeping daker Madinah kembali melakukan pengawasan lebih ketat terhadap jemaah yang akan meninggalkan Madinah. Para jemaah agar membatasi barang bawaannya, namun apabila sudah terlanjur dibeli ya dikirim saja melalui Cargo, kan sayang kalau disweeping” tambah Muizzul Hidayat.

Belum diketahui akan diapakan tumpukan barang hasil sweeping barang milik jemaah haji Indonesia tersebut nantinya, karena sampai saat ini belum ada kebijaksanaan apapun yang dikeluarkan dari pihak-pihak terkait. (Sumber : www.depag.go.id tanggal 29 Desember 2008)

Saya mengalami sendiri peristiwa di atas. Menurut pengamatan saya, petugas Indonesia sangat arogan dalam bertindak. Kasar sekali mereka memperlakukan para tamu Allah SWT ini. Seperti perlakukan kepada tenaga kerja illegal. Sejak turun dari bus, petugas meneriaki kami supaya segera antri, barisan laki-laki dipisahkan dari barisan perempuan.

Melalui pengeras suara petugas menghardik para jamaah agar menyingkirkan barang-barang bawaan yang tidak masuk dalam tas tentengan (warna biru) yang disediakan oleh pihak penerbangan, seperti tas plastik, koper kecil atau tas wanita yang biasa digunakan oleh ibu-ibu. Petugas meyakinkan kami bahwa barang-barang yang dipisah tersebut akan diangkut juga oleh pesawat, tapi masuk dalam bagasi, nanti bisa diambil di Bandara Soekarno Hatta. Semua orang sibuk memberikan identitas barang-barangnya.

Ada juga sih yang membandel, terutama mereka yang sudah sangat biasa naik pesawat, mereka sangat tahu bagaimana aturan membawa barang naik ke pesawat. Dan benar saja, ketika petugas bandara (orang arab) memeriksa barang bawaan jamaah selain tas tentengan warna biru tetap diijinkan dibawa masuk ke pesawat.

Saya sempat melihat, barang-barang yang “disweeping” sudah menumpuk banyak sekali. Bahkan ada beberapa teman masuk ke pesawat dengan berlenggang tangan karena tas koper (yang kalau dalam penerbangan komersial masih boleh dibawa ke dalam pesawat) mereka pun harus masuk bagasi.

Sampai di Bandara Soekarno Hatta, para jamaah tidak mendapati barang-barang yang katanya dibawa di bagasi pesawat. Mereka masih menduga barang-barangnya terbawa bersama-sama dengan koper-koper besar yang sudah diangkut lebih dulu ke Asrama Haji Bekasi.

Jam 2 dini hari, bus-bus yang membawa kami sampai di Asrama Haji Bekasi. Kami diminta untuk mengecek apakah koper-koper kami sudah ada di sana (oleh petugas koper-koper sudah ditata rapi per kelompok). Setelah kami cek, koper-koper diangkut ke truk untuk dibawa ke Wisma Haji Karawang. Bagi teman-teman yang menitipkan barang-barang bawaannya di bagasi, kecewa lagi, karena barang-barang mereka tidak ada di Asrama Haji Bekasi. Petugas di sana mengatakan, hanya koper-koper saja yang dikirim dari Bandara Soekarno Hatta. Para petugas tidak mengetahui sama sekali kalau ada barang-barang lain milik jamaah.

Kalau membaca berita di atas, berarti barang-barang para jamaah masih di Madinah sana. Memang sih, sepanjang perjalanan menuju Karawang sebagian teman-teman saya sudah mengikhlaskan barang-barangnya tidak bakal kembali kepadanya. Saya terenyuh ketika mendengar cerita mereka, bahwa barang-barang tersebut berisi oleh-oleh bahkan ada yang bernilai sampai 5 juta rupiah.

Lebih tragis lagi, yang berlenggang tangan tadi. Saya tidak bisa membayangkan, apa yang mereka rasakan ketika mereka pulang dari Tanah Haram dengan tangan kosong.

“Belum diketahui akan diapakan tumpukan barang hasil sweeping barang milik jemaah haji Indonesia tersebut nantinya, karena sampai saat ini belum ada kebijaksanaan apapun yang dikeluarkan dari pihak-pihak terkait”. Pak Menteri Agama Yth, artinya tumpukan barang tersebut akan dibiarkan saja kan?

Belajar Ketekunan dan Kesabaran dari Cianjur

Pulang – pergi dari maktab ke Masjidil Haram pemerintah menyediakan bus angkutan jamaah. Karena jumlahnya terbatas, maka untuk dapat masuk ke dalam bus harus berebutan dan memerlukan perjuangan tersendiri. Untuk sampai ke maktab yang saya tempati, bus harus ganti setelah tiba di terminal A. Nah, dari terminal ini ke maktab, kemungkinan untuk dapat tempat duduk sangat besar.

Di terminal dekat Masjidil Haram saya menolong seorang kakek untuk dapat masuk ke dalam bus. Ternyata di terminal A, kakek tersebut ganti bus yang kebetulan satu jurusan dengan saya sehingga saya duduk dalam satu bangku.

Kami pun saling menyapa dan bertanya dengan kalimat standar yang biasa digunakan oleh jamaah: asal dari mana, kloter berapa, tiba di Tanah Haram kapan atau tinggal di maktab nomor berapa? Tetapi selalu saja kami tidak pernah menanyakan namanya siapa.

Kakek ini (tuh kan, saya juga tidak menanyakan namanya) asal Cianjur. Dia berkata, kalau saya termasuk yang beruntung karena pergi ke Tanah Haram ketika usia masih muda fisik masih kuat untuk melakukan ibadah. Saya pun jadi tertarik untuk mengorek cerita dari si kakek ini.

Kakek ini pensiunan PNS sejak 21 tahun lalu. Ketika saya tanya dengan siapa ke Tanah Haram ini, dia menjawab sendirian, mestinya dengan istrinya tetapi satu setengah tahun lalu istrinya meninggal dunia. Saya lihat matanya berkaca-kaca saat bilang kalau istrinya meninggal. Kemudian si kakek bercerita,kalau dia bisa ke Tanah Haram ini menabung selama 26 tahun!

Sedikit demi sedikit dia menyisihkan penghasilannya untuk dimasukkan dalam tabungan ONH. Tabungannya dan milik istrinya. Seandainya istrinya belum meninggal, belum tentu tahun ini dia bisa ke Tanah Haram, karena tabungan masing-masing dari mereka berjumlah setengah dari ONH. Saya jadi maklum kenapa kakek di sebelah saya ini berlinang air matanya.

Kalau kakek tadi bilang saya termasuk yang beruntung memang benar, karena saya hanya butuh waktu 8 tahun menabung untuk ONH. Saya membayangkan betapa tekun dan sabarnya orang tua tersebut menyisihkan sebagian penghasilannya untuk tabungan ONH selama 26 tahun. Saya pejamkan mata mengucapkan syukur karena keberuntungan saya tadi. Saya akan belajar dari ketekunan dan kesabaran kakek dari Cianjur ini.

Jadi, mumpung masih muda segeralah pergi ke bank untuk membuka rekening tabungan haji, selanjutnya biarkan Gusti Allah yang mengisinya. Niat saja tidak cukup, kawan.

Dan Rangkaian Ibadah Haji pun Terlaksana

Menunggu saat wukuf di Arafah cukup mendebarkan hati. Tidak terasa hari yang ditunggu-tunggu itu tiba. Dari maktab, saya sudah siap mengenakan kain ihram. Perjalanan ke Arafah memerlukan waktu hampir 2 jam. Selepas asar, saya tiba di tenda yang telah disediakan. Malam pun tiba, di dalam tenda gelap, hanya penerangan dari lampu-lampu jalan di sekitar wilayah Arafah. Ujian kesabaran dimulai sudah, dari antri di toilet, tidur beralaskan tikar berdempet-dempetan dengan teman juga serangan nyamuk.

Di antara larangan ketika ihram adalah tidak boleh menggunakan wangi-wangian dan membunuh binatang. Untuk menghindari perdebatan, apakah obat nyamuk oles termasuk kategori wangi-wangian atau membunuh binatang itu termasuk juga nyamuk, saya tidak menggunakan obat nyamuk oles dan hanya mengusir nyamuk kalau mendekati telinga saya. Ketika nyamuk-nyamuk ganas mulai menyerang dan saya memanjatkan doa sederhana kepada Gusti Allah :”Duh Gusti, saya membiarkan nyamuk-nyamuk ciptaan-Mu menggigit tubuh saya, tetapi mohon dengan sangat agar saya jangan diberikan rasa gatal”. Alhamdulillah, doa saya manjur. Pagi hari, saya lihat kaki dan tangan saya merah-merah (kata teman saya, pipi saya juga kena) oleh gigitan nyamuk, tetapi saya tidak merasakan sakit dan gatal sama sekali. Ujian ini berat karena masih menggunakan kain ihram, kita dilarang untuk menutupkan kain tersebut ke kepala, misalnya untuk selimut agar tidak kedinginan atau digigit nyamuk.

Azan dzuhur dikumandangkan, kami pun shalat dzuhur dan asar jamak qasar. Dilanjutkan dengan khutbah wukuf yang materinya mengaduk-aduk perasaan. Air mata mulai tertumpah di kain ihram. Sampai dengan menjelang maghrib tiada henti kami berdzikir dan berdoa. Mata ini rasanya tidak sempat menghentikan air yang menetes dari sudut mata. Dosa semacam apapun yang pernah saya lakukan diputar ulang oleh ingatan otak saya, kemudian muncul hukuman yang akan diberikan oleh-Nya jika saya tidak bertobat kepada-Nya. Bibir hanya bisa mengucap istighfar berulang-ulang.

Azan maghrib dikumandangkan, kami pun melaksanakan shalat maghrib dan isya jamak qasar. Sekitar pukul 9 malam, saya berangkat ke Muzdalifah. Udara dingin tidak menyurutkan keinginan saya untuk mengumpulkan batu-batu untuk melempar jumrah esok hari.

Lewat tengah malam, bus-bus sudah mulai disiapkan untuk mengangkut kami menuju Mina. Menjelang subuh, kami tiba di Mina. Tenda lumayan representative cukup bersih dan dilengkapi dengan pendingin udara. Saya pun segera berangkat untuk melempar jumrah Aqabah. Tujuh butir batu saya lempar ke arahnya, kemudian setelah selesai saya bertahallul. Kembali ke Mina dengan badan yang cukup letih, sampai di tenda saya mandi dan sudah diperbolehkan menggunakan pakaian biasa.

Dua hari ke depan, berturut-turut saya melempar 3 jumrah Ula, Wustha dan Aqabah. Kemudian kami kembali ke Mekkah untuk melaksanakan tawaf ifadhah.

Maka selesailah rangkaian ibadah haji yang saya lakukan. Alhamdulillah.