Rahmah, TKW yang Malang

Seperti saya sebutkan dalam posting sebelumnya, suatu hari sudah duduk di ruang tunggu seorang wanita masih muda berwajah melayu. Di sebelahnya jamaah haji Indonesia sedang menikmati makan siangnya. Saya duduk persis di depan wanita muda tersebut. Sebagai basa-basi Indonesia, saya tawari makan siang saya. Dari jawabannya saya bisa tahu kalau dia orang Indonesia. Sementara saya makan, wanita muda tersebut diajak ngobrol oleh orang di sebelahnya.

Saya jadi ikut ngobrol dan sering bertanya, karena kalimat-kalimat yang keluar dari mulutnya membuat penasaran orang di sekitarnya.

Sebut saja namanya, Rahmah. Wanita asal NTB ini, sudah 3 hari duduk-duduk di mall, dengan harapan ditangkap oleh Polisi. Lho, apa pasal? 4 tahun lalu dia tiba di Arab Saudi sebagai TKW yang dikirim melalui sebuah PJTKI. Dia jadi PRT di sebuah rumah tangga di Kota Jeddah. Seperti berita yang kita baca di koran-koran, Rahmah ini termasuk TKW yang kurang beruntung. Kerja tidak digaji dan sering disiksa. Dia hanya betah bekerja selama 1 tahun, selanjutnya kabur ke Mekkah dan Madinah. Nasib juga tidak membaik. Beberapa kali dia mengungkapkan rasa kecewanya terhadap orang-orang yang menzaliminya, termasuk pelecehan yang dia terima. Pemerintah Indonesia juga tidak luput dari caciannya, karena tidak melindungi warga negaranya.

Saya dan orang-orang di sekitarnya yang mendengar jadi semakin penasaran kan? Entah cerita Rahmah ini benar terjadi atau ditambah-tambahi, saya tidak tahu. Tapi saya tanyakan ke dia, kenapa dia berharap ditangkap Polisi?

Dia bilang kalau ditangkap polisi, dia bisa pulang ke Indonesia gratis, karena memang dipulangkan oleh pemerintah Saudi Arabia. Tapi resikonya berat juga, karena sebelum dipulangkan dia harus menginap dulu seminggu di penjara. Dia juga heran, kenapa sudah 3 hari belum juga ditangkap polisi, padahal biasanya mereka jeli, bisa membedakan mana TKW illegal, TKW yang jadi istri orang arab atau orang yang sedang melaksanakan ibadah haji/umroh.

Belum habis rasa penasaran saya, tiba-tiba datang seorang polisi menghampirinya dan Rahmah diminta untuk mengikutinya. Saya dan orang-orang terkesima dengan peristiwa barusan. Kami melanjutkan ngobrol masih seputar TKI/TKW Indonesia, sampai setengah jam menjelang azan asar.

Inilah Ransum Sehari-hari

Ketika berada di Madinah jamaah haji mendapatkan jatah makan dari pemerintah RI dua kali sehari, makan siang dan makan malam berupa paket nasi plus lauk dan sayur. Jatah nasi tersebut akan dikirimkan ke maktab masing-masing, dan beberapa kali terjadi keterlambatan pengiriman.

Di kemasan paket nasi tertulis : makan siang mulai pukul 11.00 – 14.00, sebaiknya dikonsumsi sebelum pukul 15.30 dan makan malam mulai pukul 19.00 – 22.00, sebaiknya dikonsumsi sebelum pukul 23.30.

Banyak di antara jamaah, termasuk saya yang pergi ke masjid mulai pukul 11.00 dan nanti pulang selepas isya, jika makan siang terlambat dikirim maka paket nasi tersebut tidak dimakan oleh para jamaah karena sudah kedaluarsa.

Meskipun lauk dan sayurnya itu-itu saja, saya menikmatinya. Bila nasi datang sebelum jam 11, nasi tersebut akan saya bawa ke masjid Nabawi, nanti saya nikmati setelah dzuhur, setelah mendapatkan tempat yang nyaman untuk menyantap makan siang.

Cara membawa ke (dalam) masjid Nabawi saya bungkus plastik dan saya masukkan ke tas selempang. Tempat favorit untuk menikmati makan siang tersebut ada di Taiba Commercial Center lantai bawah atawa di taman dekat pintu masuk jamaah wanita. Aneka minuman dan lauk tambahan bisa dibeli di warung-warung di sana.

Pokoknya, nikmati saja.

Nongkrong di Taiba Commercial Center

Di kiri dan kanan menuju pintu masuk utama Masjid Nabawi berdiri bangunan bertingkat berupa hotel dan pusat pertokoan. Dibandingkan dengan Kota Mekkah, Madinah merupakan kota yang jauh lebih bersih dan tertata rapi. Sehingga pulang – pergi ke masjid lewat di jalanan terasa nyaman.

Salah satu bangunan tempat saya nongkrong untuk makan siang sambil menunggu saat asar adalah basement 1 Taiba Commercial Center (TCC). Bangunan ini seperti mall gitu deh, lantai 5 ke atas dipakai sebagai hotel. Tempat ini saya “temukan” di hari kedua (hari pertama menikmati makan siang, saya masih duduk lesehan di luar pagar masjid), cukup representatif dan bila butuh teh atau kopi ada beberapa counter yang berjualan minuman.

Jika bosan duduk, bisa “tawaf” di pertokoan. Asal bawa bekal, barang-barang bisa terbeli karena lumayan murah. Sajadah dan kurma kualitas bagus untuk oleh-oleh saya beli juga di TCC ini. Di basement 2, terdapat supermarket yang menjual beraneka macam kebutuhan sehari-hari, termasuk kurma dan coklat dari Lebanon. Di Mekkah atau Madinah, makanan “halal” untuk dicoba meskipun tidak membeli. Mumpung “halal” kurma Nabi yang seharga 210 riyal/kg pun pernah saya cicipi he..he…

Selepas makan saya biasa bercengkrama dengan orang-orang yang duduk di sebelah saya atau depan saya, kadang saya dimintai tolong untuk memotret mereka. Termasuk nanti dengan seorang TKW yang malang.

Kalau kebetulan pengin makanan lain seperti donut dan KFC tinggal ke lantai atas, atau jika pengin bakso atau makan Indonesia lain, saya tinggal menyeberang ke gedung sebelah.