Belajar Ketekunan dan Kesabaran dari Cianjur

Pulang – pergi dari maktab ke Masjidil Haram pemerintah menyediakan bus angkutan jamaah. Karena jumlahnya terbatas, maka untuk dapat masuk ke dalam bus harus berebutan dan memerlukan perjuangan tersendiri. Untuk sampai ke maktab yang saya tempati, bus harus ganti setelah tiba di terminal A. Nah, dari terminal ini ke maktab, kemungkinan untuk dapat tempat duduk sangat besar.

Di terminal dekat Masjidil Haram saya menolong seorang kakek untuk dapat masuk ke dalam bus. Ternyata di terminal A, kakek tersebut ganti bus yang kebetulan satu jurusan dengan saya sehingga saya duduk dalam satu bangku.

Kami pun saling menyapa dan bertanya dengan kalimat standar yang biasa digunakan oleh jamaah: asal dari mana, kloter berapa, tiba di Tanah Haram kapan atau tinggal di maktab nomor berapa? Tetapi selalu saja kami tidak pernah menanyakan namanya siapa.

Kakek ini (tuh kan, saya juga tidak menanyakan namanya) asal Cianjur. Dia berkata, kalau saya termasuk yang beruntung karena pergi ke Tanah Haram ketika usia masih muda fisik masih kuat untuk melakukan ibadah. Saya pun jadi tertarik untuk mengorek cerita dari si kakek ini.

Kakek ini pensiunan PNS sejak 21 tahun lalu. Ketika saya tanya dengan siapa ke Tanah Haram ini, dia menjawab sendirian, mestinya dengan istrinya tetapi satu setengah tahun lalu istrinya meninggal dunia. Saya lihat matanya berkaca-kaca saat bilang kalau istrinya meninggal. Kemudian si kakek bercerita,kalau dia bisa ke Tanah Haram ini menabung selama 26 tahun!

Sedikit demi sedikit dia menyisihkan penghasilannya untuk dimasukkan dalam tabungan ONH. Tabungannya dan milik istrinya. Seandainya istrinya belum meninggal, belum tentu tahun ini dia bisa ke Tanah Haram, karena tabungan masing-masing dari mereka berjumlah setengah dari ONH. Saya jadi maklum kenapa kakek di sebelah saya ini berlinang air matanya.

Kalau kakek tadi bilang saya termasuk yang beruntung memang benar, karena saya hanya butuh waktu 8 tahun menabung untuk ONH. Saya membayangkan betapa tekun dan sabarnya orang tua tersebut menyisihkan sebagian penghasilannya untuk tabungan ONH selama 26 tahun. Saya pejamkan mata mengucapkan syukur karena keberuntungan saya tadi. Saya akan belajar dari ketekunan dan kesabaran kakek dari Cianjur ini.

Jadi, mumpung masih muda segeralah pergi ke bank untuk membuka rekening tabungan haji, selanjutnya biarkan Gusti Allah yang mengisinya. Niat saja tidak cukup, kawan.