Membayar hutang

Seseorang menemui saya dan menyodorkan amplop putih. Saya ragu menerimanya. Tapi ia semakin mendekatkan amplop itu ke arah saya sambil berkata, “aku bayar hutangku,  mas!”

Tak banyak sih, hanya seratus lima puluh ribu. Sesungguhnya saya sudah melupakan – tepatnya mengikhlaskan, perkara transaksi hutang dengannya lima tahun lalu.

“Bolehkah aku bercerita dengan bayar hutang, mas?” tanyanya kepada saya. Saya mengangguk. Dan ia pun mulai bercerita.

~oOo~

Beberapa kali dalam kesempatan melayat aku mendengar pesan dari keluarga marhum kepada para pelayat, yang memintakan maaf bagi marhum jika ada kesalahan dan jika marhum punya hutang agar para hadirin memberitahukan kepada keluarganya untuk diberesi hutang-hutang tersebut.

Mumpung masih punya waktu dalam kehidupanku, aku ingin melunasi hutang-hutangku, baik hutang kesalahan maupun hutang materi. Sebenarnya sih, hutang materiku tak banyak: ada kreditan motor yang dua bulan lagi lunas dan hutang di koperasi yang dipotong dari gaji bulananku. Akhir bulan ini, beres. read more

Pangeran Diponegoro dan penipu

Saban hari Pangeran Diponegoro mengelilingi padukuhan Tegalrejo untuk melihat langsung kehidupan rakyatnya. Tak jarang ia menunggangi kuda putih kesayangannya, Kyai Gentayu. Kuda perkasa itu tahu betul apa kemauan tuannya, kadang tanpa komando kuda itu berjalan ke tempat yang ingin dituju oleh Pangeran Diponegoro.

Selain sosok kharismatik Pangeran Diponegoro, Kyai Gentayu juga menjadi pembicaraan para pecinta kuda. Banyak orang ingin memiliki kuda itu. Sudah beberapa upaya dilakukan orang untuk memiliki Kyai Gentayu bahkan dengan cara membelinya dengan harga sangat mahal, menukar dengan emas atawa tukar-guling dengan hektaran tanah. Namun, Pangeran Diponegoro bergeming. Kyai Gentayu seperti belahan jiwanya.

Arkian, ada seseorang yang ingin memiliki Kyai Gentayu dengan cara yang licik. Ia mengamati kebiasaan Pangeran Diponegoro yang selalu berkeliling padukuhan. Ia menyusun siasat.

Siang itu cukup terik. Pangeran Diponegoro memacu kudanya untuk pulang ke rumahnya. Pada saat melewati sebuah jalan, ia melihat ada sesosok tubuh yang tergeletak di jalan. Ia menghentikan kudanya, dan turun menghampirinya. read more

Sabar tanpa mengeluh

Gadis muda itu selalu menyaksikan seorang ibu setengah baya shalat dhuha di masjid dekat kampusnya. Seorang ibu yang manis dan cerah wajahnya. Pagi itu, sebelum masuk kelas ia sempatkan menyapa ibu setengah baya.

“Ibu yang baik. Saban pagi saya melihat ibu shalat dhuha di masjid ini dan saya lihat wajah ibu selalu cerah seakan membawa banyak harapan di hari ini. Berilah saya ilmu, ibu. Hari-hari saya selalu membuat saya tertekan. Saya ingin mempunyai rasa optimis seperti itu.”

“Nak, maukah engkau mendengar cerita tentang derita yang bertubi-tubi yang baru saja aku alami?”

Gadis muda itu menatap wajah ibu. Ia tak mengira, di balik wajah cerah si ibu ternyata ia menyimpan duka mendalam. Lalu, ibu itu pun menceritakan deritanya.

~oOo~

Aku punya 3 anak. Pada hari raya kemarin, suamiku diminta untuk menyembelih hewan kurban. Anak keduaku takjub menyaksikan bagaimana ayahnya menyembelih hewan kurban, lalu ia pulang menemui adiknya yang masih berumur 2 tahun.

“Dik, maukah kamu aku kasih tahu bagaimana ayah kita menyembelih seekor domba?” Ia bertanya kepada adiknya, sambil menggandeng tangan adiknya menuju dapur untuk mengambil sebuah pisau. Ia menyuruh adiknya berbaring, dan dengan pisaunya itu ia mulai menggoreskannya ke leher adiknya. Darah mengalir dari leher adiknya dan tentu saja, adiknya menangis meraung-raung. Melihat itu semua, anak keduaku itu berlari entah ke mana karena takut aku marahi. read more