Potret Keluarga Minus Satu

Questo articolo è stato scritto da Kyaine casuale. Comprensibilmente, è stato stordito per stabilire quali articoli sono idonei a essere visualizzati nel carnevale prossimo blog. Non te ne vai vertigini, sarebbe un disastro tutti.

"Bapak kalau kerja yang hati-hati, jangan melamun di depan mesin. Ibu dan anak-anak menunggu Bapak di rumah. Semangat!!"

Ini pengamatan selintas Kyaine: hampir di setiap meja kerja orang kantoran, dipasang satu atau dua foto. Ada yang cuma ditempelkan di dinding/partisi dengan selotip, ada yang menggunakan pigura indah bahkan foto tersebut dipasang sebagai wallpaper di komputernya. Berdasarkan pengamatan tersebut, Kyaine mendapatkan data :

  • Karyawan yang masih single, ia memasang foto dirinya bersama teman-temannya.
  • Karyawan yang baru saja punya bayi, ia memasang foto anaknya itu dari berbagai posisi dan masa pertumbuhannya. Tidak menyertakan foto istri/suaminya.
  • Karyawan yang sudah cukup lama keluarga, ia akan memasang foto anak-anak dan dirinya, tanpa istri/suaminya. Atau hanya memasang foto anak-anaknya saja.

Kenapa mereka tidak memasang foto suami atau istrinya, ya?

~oOo~

read more

John Lennon in Memorial

1980. TV hitam putih 17” di halaman Kantor Kejaksaan Karanganyar itu di bawah penguasaan Pak To. Ia yang setiap hari bertanggung jawab menghidupmatikan pesawat televisi itu. Waktu itu hanya ada satu saluran yaitu TVRI. Acara yang paling ditunggu masyarakat saat itu adalah Dunia Dalam Berita yang disiarkan setiap jam 9 malam.

Dunia Dalam Berita disiarkan setelah acara Mana Suka Siaran Niaga II. Begitu musik pembuka terdengar pemirsa akan segera diam, mata tertuju ke layar kaca televisi. Jabatan Pak To sebagai operator TV sangat kami hormati, sehingga ketika ia duduk di kursi di tengah pemirsa kami rela saja, meskipun kami semua duduk di atas rerumputan beralas tikar. Drs. Idroes dan Sazli Rais, malam itu sebagai pembaca beritanya. Dua penyiar idola kami.

read more

Bikin Puisi Itu Gampang!

Disclaimer : Tulisan ini bersifat provokasi untuk melengkapi postingan PPC : Parade Puisi Cinta karya Bundo Nakjadimande yang mendorong teman-teman narablog supaya ikut meramaikan Acara Unggulan Parade Puisi Cinta yang diselenggarakan oleh Pakde Cholik. Bagi Anda yang alergi berpuisi, saya rekomendasikan  untuk tetap melanjutkan membaca tulisan ini.

Pada kolom komentar, baik di postingan Pakde Cholik maupun Bundo (beliau berdua ini secara aklamasi mengangkat diri sebagai dewan juri PPC) banyak komentar yang bernada takut, kurang pede atau kurang yakin apakah bisa membuat sebuah puisi? Sebegitu menakutkankah membuat sebuah puisi?

Iseng-iseng ketikkan kata kunci “cara membuat puisi” di google. Nanti ada sekitar 758,000 hasil telusur untuk cara membuat puisi. Waw… banyak sekali ya. Secara random saya membaca dengan cara cepat, dan malah membuat bingung, karena tidak ada aturan baku bagaimana membuat sebuah puisi. Kira-kira yang saya dapatkan seperti ini : beberapa kalangan menganggap bahwa puisi yang terbaik memiliki ciri-ciri yang luas, tidak lekang oleh waktu, dan memiliki gambaran umum bagi seluruh umat manusia. Sementara kalangan lainnya lebih mementingkan kualitas dari fakta dan keindahan yang terkandung dalam puisi tersebut.

read more