Sepeda Onthel Perjuangan

Selama Ramadhan, sepeda onthel saya teronggok saja di teras. Hari Sabtu kemarin, kembali saya urus dia dengan mengelap dan memberikan minyak di sendi-sendi pergerakannya. Sudah cling kembali, siap untuk dipakai hari Minggunya untuk klinong-klinong menghirup udara pagi Kota Karawang.

Sepeda ini warisan Bapak saya, dikirim dari Karanganyar beberapa bulan lalu. Saya tidak tahu persis kapan sepeda ini diproduksi oleh pabriknya, tapi ketika saya masih SD tahun 1980-an lalu sepeda ini sudah ada di rumah saya. Sepeda ini merknya Raleigh, dilengkapi dengan persneling gigi di stang (saya tidak tahu istilahnya untuk sepeda onthel) yang bisa diatur tingkat berat-ringannya saat digowes. Pada saat sepeda melaju tanpa digowes, akan menimbulkan bunyi lembut chick….chick…chick…chick…

Perlengkapan yang lain ada dinamo dan lampu birko, untuk penerangan di malam hari. Pada standarnya ada tulisan KOBA, yang di mana kecil dulu sering diplesetkan singkatan dari Kuwat Ora Bisa Ambruk (kuat tidak bisa roboh). 

Sejak kecil sampai kuliah dulu saya sudah akrab dengan sepeda. Kenangan memakai sepeda paling indah saat di Jogja dulu.

Di Jogja tempat saya dan adik-adik saya kuliah, Bapak memberikan dua sepeda untuk kami, bukan sepeda yang saat ini ada di rumah saya. Sepeda telah memperlancar kuliah dan sosialisasi dengan teman-teman. Hari minggu, atau pada saat tidak ada kuliah kami (saya berempat dengan adik-adik, laki-laki semua) keliling Jogja. Semua obyek wisata Kota Jogja rasanya pernah kami datangi dengan dua sepeda tersebut. Kami saling berboncengan.

Malam hari, ketika suntuk datang saya ambil sepeda saya gowes ke arah selatan ke Puro Pakualaman atau ke alun-alun utara untuk menikmati wedang ronde dan jagung bakar atau untuk nonton di bioskop Permata dan Sobhoharsono. Bahkan pagi hari menjelang wisuda, saya dibonceng adik saya menuju Gedung Pusat UGM. Terakhir kali setelah kami lulus kuliah saya tidak ingat persis, di mana kedua sepeda onthel perjuangan tersebut.

Setiap minggu pagi ketika saya menggowes sepeda onthel saya, kenangan masa lalu itu selalu melintas di fikiran saya.

Kring…. kring….. kring…..   sapaan khas dari onthelis lain, membuyarkan kenangan saya. Buru-buru saya bunyikan bel sepeda saya untuk membalas sapaan hangat mereka: kring…. kring… kring……!

Nama-nama Orang Jawa

Tulisan ini akan membahas nama-nama di khazanah budaya Jawa.

Di Jawa, jenis kelamin pun bisa menginspirasi orang tua dalam memberikan nama kepada anaknya. Untuk yang laki-laki, seperti Kacuk, Kelik, (kon) Thole, Lanang, Nanang, Kecuk, Puthut, Kuncung, Priyo, Bagus, Abdul, Bambang, Joko, Ibnu dan masih banyak lagi. Sedangkan untuk anak perempuan keluar nama Dewi, Gendhuk, Cempluk, Menik, Menuk, Tiwuk, Dhenok, Putri, Siti, Bawuk, Ajeng, Ayu, Titik, Niken, dan lain-lain.

Seperti halnya Linduaji, peristiwa alam juga bisa digunakan untuk memberikan nama, misalnya Purnama, Gempur, Topan, Lesus, Guruh, Guntur, atau Gludug. Bagi anak perempuan, bisa dikaitkan dengan nama bunga yang semerbak mewangi seperti Sekar, Arum, Yasmin, Mawar, Melati, atau Mayangsari. Bisa juga terinspirasi kepada nama batu mulia, seperti Mutiara atau Permata. Kalau teman Anda bernama Kenes, Ganes atau Ines, nama-nama ini berasal dari lagak dan gaya wanita Jawa. read more

Filosofi Pohon Kelapa

Bisa jadi tidak ada satu pun pohon yang banyak manfaat yang diperoleh selain dari pohon kelapa, mulai dari batang, daun dan buahnya, semua dapat dimanfaatkan. Bahkan masing-masing bagiannya punya nama sendiri-sendiri, tetapi sayangnya saya hanya tahu istilah bahasa Jawanya saja, entah ada atau tidak istilah dalam bahasa Indonesia. read more