Cerita tentang mudik

Saya merantau untuk bekerja di Jakarta hampir tiga dasa warsa yang lalu. Setiap libur lebaran, saya selalu mudik ke Kota Kelahiran yang berjarak sekitar 600 km.  Ini kisah mudik yang tercatat di ingatan saya.

Pertama kali mudik saya masih bujangan. Naik bus dari Terminal Pulogadung. Saya mendapatkan tiket dari seorang calo, dengan harga selangit. Tidak apa-apa, demi ketemu keluarga di kampung halaman dengan membawa sedikit tabungan dari sisa-sisa gaji di awal bekerja.

Mudik kedua, saya sudah beristri dan tinggal di Karawang, 50 km arah timur Jakarta. Karena istri tengah hamil anak pertama, saya memilih mudik naik KA dari Jatinegara. Kondisi KA jaman dulu tentu berbeda dengan KA sekarang yang super nyaman. KA Senja Utama yang saya naiki penuh sesak, hingga nanti sampai Stasiun Solo Balapan. Mudik tahun-tahun berikutnya, saya membawa keluarga kecil saya naik “mobil profit”. read more

India #10: Serious Men

Title: Serious Men • Directed by Sudhir Mishra • Written by Bhavesh Mandalia, Abhijeet Khuman, Niren Bhatt, Nikhil Nair • Based on Serious Men by Manu Joseph • Starring: Nawazuddin Siddiqui, Indira Tiwari, Nassar, Aakshath Das, Sanjay Narvekar • Release: Oct 2020

Dalam mendapatkan fasilitas pendidikan di RI ini, saya termasuk orang yang bejo. Saya dilahirkan dari keluarga dari kalangan biasa-biasa saja (yang secara diam-diam masyarakat membuat kelas/strata di lingkungannya). Waktu di level pendidikan dasar, sekolah saya tak jauh dari rumah, yakni SD Negeri 1 – yang saat itu biasa disebut “SD Center”, sebuah SD terbaik yang sering bersaing dengan SD Negeri 3 di Kota Kelahiran.

Era 80-an, untuk masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi diseleksi dengan ujian tertulis. Lulus SD Negeri 1, saya berhasil masuk SMP Negeri 1 – masih menjadi SMP terbaik di Kota Kelahiran yang sering  bersaing dengan SMP Negeri 2. Ketika di level SMA pun, saya masuk menjadi salah satu murid di SMA Negeri 1 – dan tentu saja menjadi SMA terbaik di Kota Kelahiran, tanpa ada saingan. Kuliah pun saya berhasil masuk di salah satu Universitas terbaik di Indonesia. read more

Dayang Sumbi dan seribu candi

Jejaka yang ditemui di pinggir telaga kemarin datang kepadanya dan mengatakan kalau ia jatuh cinta pada pandangan pertama. Dayang Sumbi memainkan ujung kainnya tak segera menyambar panah asmara yang telah dilepaskan jejaka di depannya itu.

“Namaku pun kau tidak tahu, kenapa kau begitu sembrono menyatakan cinta kepadaku?”

“Duhai wanita cantik, sejak pertemuan kemarin aku tak bisa memejamkan mata barang sejenak. Tak lepas fikiranku membayangkan wajahmu.”

“Kalau kau tahu nama wanita yang kau sukai, lamunanmu akan semakin sempurna dengan selalu menyebut namanya.” read more