Dewi Bulan

Serial Cerita Pemilik Bulan Juli #2

Waktu itu listrik belum juga masuk ke kampung saya. Menjelang maghrib anak-anak sudah harus masuk rumah, takut dicaplok oleh Batara Kala yang sedang mengitari bumi mencari santapan makan malam berupa anak manusia. Saya patuh betul dengan dengan larangan ini – juga teman-teman sepermainan, tentu saja – tak akan berani berada di luar rumah, setidaknya hingga waktu shalat isya.

Dan ketika bulan purnama datang, itulah kegembiraan kami. Segenap warga desa akan keluar rumah untuk menikmati cahaya bulan. Demikian juga dengan ibu. Ia akan menggelar tikar mendong hasil kreasi anyaman tangannya di depan rumah.

“Kali ini engkau tak usah bermain dengan teman-temanmu. Ibu ingin mendongeng,” ujar ibu dengan ancaman manisnya.

“Ibu akan mendongeng tentang apa?” tanya saya.

“Lihatlah bulan bundar di atas sana. Cantik sekali bukan? Amati lebih lama. Apa yang engkau lihat di wajah bulan itu?” ibu balik bertanya. read more

Bakso anget

Serial Cerita Pemilik Bulan Juli #1

Begini gambaran Kampung Cerbonan tahun 1980-an, tempat masa kecil saya. Rumah kami terletak persis di tepi jalan, menghadap ke Utara, hanya dibatasi oleh selokan. Jembatan terbuat dari coran beton, di kiri-kanan dibangun buk tempat kami duduk-duduk di pagi atau sore hari. Pada sisi luar buk, digambar logo Departemen Pekerjaan Umum (DPU), hasil karya bapak. Dinding rumah bagian depan terbuat dari papan sengon, sisi samping dan belakang berupa gedhek/anyaman bambu. Jembatan tersebut terhubung langsung dengan pintu rumah kami. Bagian belakang rumah, ada halaman yang cukup luas dan sering sebagai arena bermain teman sebaya kami.

Jalan di depan rumah kami, sudah beraspal (belum berupa hotmix, tentu saja). Sambungan listrik belum lama masuk, masih 110V, dan jika pada malam hari digunakan bersama-sama dengan para tetangga, voltage akan ngedrop. Terangnya mungkin sama dengan sinar rembulan ketika purnama. read more

Jakarta 1989

Salah satu gerbong KA Senja Utama yang berjalan ke arah Jakarta itu berisi puluhan mahasiswa UGM yang akan mengikuti Lomba Karya Ilmiah Mahasiswa (LKIM) yang bertempat di Kampus IKIP Jakarta. Saya menjadi salah satu mahasiswa yang berada di gerbong tersebut. Saya – bersama Salim, Dedy, Wahid, Latifah dan Nunik, akan mengikuti LKIM Bidang Humaniora. Karya ilmiah kami tentang kebijakan Pak Koesnadi – Rektor UGM waktu itu, yang sukses menata Kampus UGM menjadi kampus yang asri dan nyaman.

Waktu itu tahun 1989, untuk pertama kali saya menginjakkan kaki di Jakarta. KA Senja Utama berhenti di Stasiun Gambir dan kami dijemput oleh panitia dibawa ke asrama (saya tidak ingat persisnya di mana, sepertinya tidak jauh dari Kampus IKIP Jakarta). Seminggu kami berada di Jakarta. read more