Sawitri mengejar nyawa suaminya (2)

Hari menjelang pagi. Kepala Bambang Setiawan rebah di pangkuan Sawitri. Mereka berdua sedang menikmati kebersamaan yang sebentar lagi dipisahkan oleh maut.

Hembusan angin masuk ke dalam bilik mereka. Hati Sawitri berdebar-debar. Inikah pertanda kedatangan Sanghyang Yamadipati, Dewa Pencabut Nyawa yang berwajah menakutkan itu? Belum juga terjawab pertanyaan di hatinya, kini di hadapan Sawitri berdiri sosok tinggi besar dengan wajah yang menyeramkan. Tak salah lagi, itulah Sanghyang Yamadipati.

“Duhai Sanghyang Yamadipati, saya mohon ditangguhkan barang sejenak prosesi pencabutan nyawa suami saya. Setidaknya hingga matari terbit di ufuk timur.”

“Tidak bisa Sawitri. Sekaranglah waktunya. Aku tak bisa menunggu!” read more

Sawitri mengejar nyawa suaminya (1)

Kisah ini terjadi jauh sebelum para Pandawa dan Kurawa lahir. Prabu Aswapati seperti kehabisan kata-kata menghadapi anak gadisnya, Sawitri. Raja Mandaraka itu – ia leluhur Prabu Salya – ingin agar Sawitri segera mengakhiri masa lajangnya. Tak elok anak raja yang sudah masuk kategori perawan tua nggak kawin-kawin. Apa tak ada lelaki yang tertarik kepada Sawitri? Oh, banyak banget. Selain anak raja, Sawitri itu gadis yang sangat cantik dan pintar. Lelaki mana sih yang nggak terpikat olehnya?

Prabu Aswapati merasa heran sendiri sebab ucapannya nggak lagi sabda pandhita ratu – ucapan raja tak bisa dibantah – di hadapan anak tersayangnya itu. Sebetulnya mudah baginya memaksa Sawitri kawin dengan lelaki yang ia kehendaki wong nyatanya zaman itu raja punya hak penuh menentukan jodoh bagi anak-anaknya.

Arkian, pada suatu santap siang Sawitri berkata kepada ayahnya kalau ia sudah menemukan jodohnya. Ia menyebut sebuah nama seorang pemuda yang berasal dari Padeblogan Wukir Kencana yang tak lain adalah putra tunggal Kyai Setarikma pimpinan Padeblogan Wukir Kencana. Nama pemuda tersebut adalah Bambang Setiawan. Ciri fisiknya: gagah, postur tubuh seimbang antara tinggi dan beratnya, dan tentu saja tampan. Ia mempunyai sifat-sifat yang berbudi pekerti luhur berkat ajaran dari ayah sekaligus gurunya. read more

Salya yang tak teguh hati

Dalam WayangSlenco, beberapa kali saya ceritakan tentangnya. Masa mudanya ia bernama Narasoma yang punya istri bernama Setyawati – seorang perempuan yang sangat setia kepada suaminya [kisahnya ada di Setyawati, kesetiaan seorang istri]. Mereka mempunyai lima anak yakni Erawati, Surtikanthi, Banowati, Burisrawa dan Rukmarata [ceritanya di Alap-alapan Surtikanthi]. Ketiga putrinya yang jelita itu semuanya menjadi Nyonya Permaisuri: Erawati kawin dengan Prabu Baladewa, Surtikanthi kawin dengan Adipati Karna, sedangkan Banowati kawin dengan Prabu Duryodana.

Ketika pecah perang Bharatayuda, Salya didapuk menjadi kusir Karna. Saya cuplikkan adegannya dalam Karna Tanding:

Ketika ada kesempatan menjauhi kereta Arjuna, Karna segera membentangkan busurnya. Anak panah diarahkan ke dada Arjuna. Anak panah melesat secepat kilat dan menghunjam ke dada Arjuna. Sejenak Arjuna limbung, kehilangan keseimbangan. Karna memasang anak panah kedua di busurnya dengan target kepala Arjuna.

Kresna sebagai kusir kereta segera membelokkan kereta, sehingga panah Karna meleset tidak mengenai kepala Arjuna. Karna kecewa. Ia meminta Prabu Salya untuk mendekat ke arah kereta Arjuna. Malang nasib Karna. Roda keretanya terjerembab pada tanah berlumpur. Salya menghentak dua kudanya supaya menarik lebih kuat, tetapi sia-sia. Roda kereta masuk lumpur semakin dalam.

Sungguh nahas nasib Salya. Arjuna memanah tangan Salya, dan ia terjatuh dari kereta. read more