Salya yang tak teguh hati

Dalam WayangSlenco, beberapa kali saya ceritakan tentangnya. Masa mudanya ia bernama Narasoma yang punya istri bernama Setyawati – seorang perempuan yang sangat setia kepada suaminya [kisahnya ada di Setyawati, kesetiaan seorang istri]. Mereka mempunyai lima anak yakni Erawati, Surtikanthi, Banowati, Burisrawa dan Rukmarata [ceritanya di Alap-alapan Surtikanthi]. Ketiga putrinya yang jelita itu semuanya menjadi Nyonya Permaisuri: Erawati kawin dengan Prabu Baladewa, Surtikanthi kawin dengan Adipati Karna, sedangkan Banowati kawin dengan Prabu Duryodana.

Ketika pecah perang Bharatayuda, Salya didapuk menjadi kusir Karna. Saya cuplikkan adegannya dalam Karna Tanding:

Ketika ada kesempatan menjauhi kereta Arjuna, Karna segera membentangkan busurnya. Anak panah diarahkan ke dada Arjuna. Anak panah melesat secepat kilat dan menghunjam ke dada Arjuna. Sejenak Arjuna limbung, kehilangan keseimbangan. Karna memasang anak panah kedua di busurnya dengan target kepala Arjuna.

Kresna sebagai kusir kereta segera membelokkan kereta, sehingga panah Karna meleset tidak mengenai kepala Arjuna. Karna kecewa. Ia meminta Prabu Salya untuk mendekat ke arah kereta Arjuna. Malang nasib Karna. Roda keretanya terjerembab pada tanah berlumpur. Salya menghentak dua kudanya supaya menarik lebih kuat, tetapi sia-sia. Roda kereta masuk lumpur semakin dalam.

Sungguh nahas nasib Salya. Arjuna memanah tangan Salya, dan ia terjatuh dari kereta.

Kenapa roda kereta Karna bisa terjerembab di dalam lumpur? Apa Salya kurang lihai mengendalikan keretanya? Jangan-jangan SIM Salya didapat dengan cara nembak?

Arkian, ia diperintahkan oleh Prabu Duryodana untuk maju perang mendampingi Karna, mulai timbul keraguan di dalam hatinya. Sebagai mertua, ia sangat menyayangi Duryodana dan Karna. Tentu saja ia harus membela mereka dan membela nama besar negaranya. Di satu sisi, ia juga sangat menyayangi Pandawa apalagi dua di antara anggota Pandawa adalah keponakan yang amat dicintainya, Nakula dan Sadewa.

Dengan setengah hati ia maju perang di Padang Kurusetra. Ia makin ragu, ketika Banowati membisikkan ke telinganya untuk melindungi Arjuna yang akan berperang melawan Karna. Salya bimbang, ia harus membela siapa?

Sesungguhnya konsentrasinya terpecah-belah saat menjadi kusir kereta Karna. Ia putar otak mencari cara menyelamatkan Karna, sekaligus Arjuna.

Salya terkesiap ketika anak panah Karna menembus dada Arjuna. Salya gemetar hebat. Ia merasa tak berdaya dan kehilangan semangat.

Maka ketika Karna memasang anak panah kedua di busurnya dengan target kepala Arjuna, dan minta supaya Salya mendekatkan kereta ke posisi Arjuna dan Kresna, Salya pun menghentakkan keretanya sehingga menyebabkan oleng. Tindakan ini disengaja oleh Salya. Anak panah yang sudah terpasang di busur Karna, terlepas dari tangannya karena Karna kehilangan keseimbangan.

Roda kereta terjerembab ke dalam lumpur dan menyebabkan Arjuna mudah membunuh Karna. Salya yang tangannya terkena anak panah Arjuna menyesali diri kenapa anak panah itu tidak menembus ke jantungnya.

Salya yang tak teguh hati itu, dalam perang Bharatayuda nanti tewas di tangan Yudhistira [silakan baca di Lagi musim dendam kesumat].

Syahdan, ketika pasukan sibuk dengan pertempuran masing-masing terjadilah perang tanding antara Letjen Salya dan Yudhistira. Salya yang perkasa melawan Yudhistira yang sedikit gemulai. Saat Salya lengah, Yudhistira melontarkan tombaknya, dan menancap di dada Salya. Sang maut menjemput ajal Salya, ia gugur sebagai pahlawan Kurawa.

Bukan sebagai pahlawan sejati, tepatnya. Sebab Salya berperang membawa kontradiksi di dalam hatinya, tak ada sedikit pun semangat membela kehormatan dan keagungannya sebagai pemimpin negara.

Cuthêl.