Sawitri mengejar nyawa suaminya (1)

Kisah ini terjadi jauh sebelum para Pandawa dan Kurawa lahir. Prabu Aswapati seperti kehabisan kata-kata menghadapi anak gadisnya, Sawitri. Raja Mandaraka itu – ia leluhur Prabu Salya – ingin agar Sawitri segera mengakhiri masa lajangnya. Tak elok anak raja yang sudah masuk kategori perawan tua nggak kawin-kawin. Apa tak ada lelaki yang tertarik kepada Sawitri? Oh, banyak banget. Selain anak raja, Sawitri itu gadis yang sangat cantik dan pintar. Lelaki mana sih yang nggak terpikat olehnya?

Prabu Aswapati merasa heran sendiri sebab ucapannya nggak lagi sabda pandhita ratu – ucapan raja tak bisa dibantah – di hadapan anak tersayangnya itu. Sebetulnya mudah baginya memaksa Sawitri kawin dengan lelaki yang ia kehendaki wong nyatanya zaman itu raja punya hak penuh menentukan jodoh bagi anak-anaknya.

Arkian, pada suatu santap siang Sawitri berkata kepada ayahnya kalau ia sudah menemukan jodohnya. Ia menyebut sebuah nama seorang pemuda yang berasal dari Padeblogan Wukir Kencana yang tak lain adalah putra tunggal Kyai Setarikma pimpinan Padeblogan Wukir Kencana. Nama pemuda tersebut adalah Bambang Setiawan. Ciri fisiknya: gagah, postur tubuh seimbang antara tinggi dan beratnya, dan tentu saja tampan. Ia mempunyai sifat-sifat yang berbudi pekerti luhur berkat ajaran dari ayah sekaligus gurunya.

Apakah Prabu Aswapati menerima begitu saja informasi dari Sawitri anaknya? Ia berkata kepada Sawitri agar diberikan waktu seminggu untuk berpikir sebelum memutuskan jodoh bagi Sawitri.

Prabu Aswapati segera mengirimkan intel ke Wukir Kencana untuk mendapatkan informasi yang sedetil-detilnya perihal Bambang Setiawan. Tak lama kemudian, informasi yang dibawa oleh para intelnya sudah dalam status A-1. Dahi Prabu Aswapati berkerut ketika membaca salah satu deskripsi Bambang Setiawan yang diberi stabilo warna merah: usia Bambang Setiawan tinggal 365 hari lagi.

Informasi yang sangat penting ini segera ia sampaikan kepada Sawitri. Tak ada ekspresi terkejut di wajah Sawitri, karena ia sudah tahu sisa usia calon suaminya itu. “Ayah, tiga ratus hari hidup bersama Mas Setiawan akan berasa seribu tahun. Sebab ia lelaki yang sangat aku cintai.”

Prabu Aswapati nggak bisa berbuat apa-apa hingga ia meluluskan keinginan Sawitri.

Setahun adalah waktu yang sangat singkat. Saban hari Sawitri menyilang tanggal-tanggal di kalender untuk menandai sisa jatah usia suami yang sangat disayanginya. Tak ada lelaki seberuntung Bambang Setiawan yang mempunyai isteri sesetia Sawitri.

“Istriku, malam ini malam terakhir bagi kita untuk mencurahkan kasih sayang di antara kita. Mungkin beberapa jam lagi ke depan, Dewa Pencabut Nyawa mendatangiku untuk merenggut jiwaku terlepas dari raga.”

Kemudian mereka berbulan madu di langit biru untuk kesekian ratus kalinya.