Sawitri mengejar nyawa suaminya (2)

Hari menjelang pagi. Kepala Bambang Setiawan rebah di pangkuan Sawitri. Mereka berdua sedang menikmati kebersamaan yang sebentar lagi dipisahkan oleh maut.

Hembusan angin masuk ke dalam bilik mereka. Hati Sawitri berdebar-debar. Inikah pertanda kedatangan Sanghyang Yamadipati, Dewa Pencabut Nyawa yang berwajah menakutkan itu? Belum juga terjawab pertanyaan di hatinya, kini di hadapan Sawitri berdiri sosok tinggi besar dengan wajah yang menyeramkan. Tak salah lagi, itulah Sanghyang Yamadipati.

“Duhai Sanghyang Yamadipati, saya mohon ditangguhkan barang sejenak prosesi pencabutan nyawa suami saya. Setidaknya hingga matari terbit di ufuk timur.”

“Tidak bisa Sawitri. Sekaranglah waktunya. Aku tak bisa menunggu!”

Dalam sekejap mata, tangan kanan Yamadipati sudah menggenggam nyawa Setiawan yang tercerabut dari badan wadaknya. Yamadipati meninggalkan bilik Sawitri.

“Tenanglah suamiku sayang, aku akan mengejar Sanghyang Yamadipati untuk mengembalikan nyawamu.”

Kaki Sawitri berjalan cepat, bahkan setengah berlari. “Sanghyang Yamadipati, berhentilah sebentar!”

Yamadipati berhenti dan menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati Sawitri mengejarnya. “Ada apa Sawitri?”

Sawitri menyembah takzim, “Saya mohon kembalikan nyawa suami saya, Pikulun.”

Nggak bisa Sawitri. Ini sudah takdirnya Bambang Setiawan. Hari ini ia jatah kematiannya dan nyawanya harus aku simpan di suatu tempat.”

“Pikulun, kalau begitu cabut sekalian nyawa saya agar kami dapat menyatu di alam keabadian. Sungguh, saya sangat mencintai suami saya.”

“E..e… ya nggak bisa begitu dong. Jatah umur manusia bukan aku yang menentukan. Tugasku hanya mencabut nyawa, tok. Sudah… aku akan melanjutkan perjalananku. Kini, pulanglah dan rawat jasad suamimu!”

Sawitri bandel. Ia mengikuti terus langkah-langkah Yamadipati sambil berkata-kata supaya nyawa suaminya dikembalikan.

Yamadipati punya akal. Ia akan melewati wilayah neraka. Sawitri pasti mengurungkan niatnya mengikuti dirinya. Jalan menuju neraka melewati lorong gelap. Di ujungnya terang benderang oleh nyala api yang berkobar-kobar.

Sawitri berpikir sejenak. Kembali ke jasad suaminya atawa terus mengikuti Yamadipati. Sawitri memilih terus. Ia ikuti langkah-langkah Yamadipati. Keadaan neraka yang selama ini hanya ia dengar dari para brahmana, kini ia menyaksikan sendiri. Sangat mengerikan.

Ia baru menyadari kalau Yamadipati melalui neraka paling bawah. Tempat manusia disiksa karena dosa yang tak terampuni. Entah sudah berapa lama Sawitri mengikuti langkah-langkah Yamadipati. Sawitri yang awalnya cantik jelita, kini badannya kurus kering. Pakaiannya compang-camping karena tersambar api neraka. Nyaris telanjang. Tak ada makanan dan minuman yang masuk perutnya. Terseok-seok ia menelusuri lorong-lorong neraka.

Mulutnya tak henti meneriakkan: kembalikan nyawa suami saya, please.

Suaranya nenyayat kalbu. Semakin menghilang diterpa angin. Menembus kahyangan jonggring saloka, tempat bersemayam para dewa-dewi.