Saldo nol

Jangan mudah menerima kebaikan orang lain, karena siapa tahu kita tidak bisa membalas kebaikan itu. Bisa jadi orang yang memberikan kebaikan tadi menganggap diri kita tak tahu diri, apalagi jika orang tersebut ada pamrih di balik pemberian kebaikan tadi. Ujung-ujungnya tidak mengenakkan hati dan lama-lama tumbuh suatu kebencian.

Siapa sih yang tak senang dibantu orang lain ketika kita sedang mengalami suatu kesulitan? Apalagi jika kesulitan itu terkait utang-piutang!

***

Zaman berubah dengan sangat cepat, namun perubahan itu ndak sebanding dengan kecepatan bertambahnya penghasilan kita setiap bulannya. Apakah gaji tersebut akan dapat menutupi kebutuhan hidup yang makin banyak? Apakah gaji tersebut akan bersaldo cukup untuk sedikit nambah tabungan atau selalu bersaldo nol? Ah, ngomongin gaji sih nggak ada habis-habisnya. Intinya mah, saldo nol ndak apa-apa asal semuanya telah tercukupi. Pendapatan sama dengan pengeluaran. Bak-buk. read more

Tentang keserakahan

Sang Hyang Wenang berbesanan dengan Begawan Rekatama. Anak lelaki Sang Hyang Wenang yang bernama Sang Hyang Tunggal mendapatkan jodoh Dewi Rekatawi, putri nan jelita dari Begawan Rekatama.

Singkat cerita, mengandunglah Dewi Rekatawi. Dalam perutnya itu bukan berisi jabang bayi, melainkan sebutir telur. Ya, saat melahirkan yang keluar dari rahim Dewi Rekatawi berupa telur sebesar bayi!

Tanpa bantuan dukun beranak, telur yang keluar dari rahim Dewi Rekatawi melesat terbang ke angkasa terbawa oleh angin. Ndidalah, telur itu jatuh di dekat kaki Sang Hyang Wenang, yang tak lain kakek dari si telur itu. read more

Cemburu rejeki orang

Jika ada orang yang mencemburui rejeki orang lain, sesungguhnya ia sedang melakukan pekerjaan yang sia-sia bahkan telah melukai hatinya sendiri. Pada suatu siang, Jaka Sulaya datang ke meja Mas Suryat untuk mengobati luka di hatinya, gara-gara mencemburui rejeki Cak Kamingsun, yang menurut pengamatannya kok selalu dlidir mendatangi Cak Kamingsun.

“Rejeki itu tidak bisa ditiru, tiap orang sudah punya jatah dan cetakannya, alias sudah ada takarannya,” demikian kata bijak yang keluar dari mulut Mas Suryat mengutip dari para waskita.

“Saya nggak mudeng rembugan sampeyan, Mas!” sergah Jaka Sulaya, sengol. read more