Cemburu rejeki orang

Jika ada orang yang mencemburui rejeki orang lain, sesungguhnya ia sedang melakukan pekerjaan yang sia-sia bahkan telah melukai hatinya sendiri. Pada suatu siang, Jaka Sulaya datang ke meja Mas Suryat untuk mengobati luka di hatinya, gara-gara mencemburui rejeki Cak Kamingsun, yang menurut pengamatannya kok selalu dlidir mendatangi Cak Kamingsun.

“Rejeki itu tidak bisa ditiru, tiap orang sudah punya jatah dan cetakannya, alias sudah ada takarannya,” demikian kata bijak yang keluar dari mulut Mas Suryat mengutip dari para waskita.

“Saya nggak mudeng rembugan sampeyan, Mas!” sergah Jaka Sulaya, sengol.

Awakmu karo Kamingsun selevel dalam pekerjaan. Caramu mencari rejeki jalannya sama dengannya. Tapi, hasil yang kalian terima akan berbeda satu dengan lainnya,” tutur Mas Suryat memasang wajah garang.

Pasti lucu kalau bercermin, secara rona muka wajah Mas Suryat tidak ada prejengan sebagai orang yang galak.

Maksude kuwi… bisa beda dalam banyaknya harta yang saya punya dibanding dengan Kamingsun, Mas?” Jaka Sulaya mencoba mengungkapkan pendapatnya setelah mencerna tuturan Mas Suryat sebelumnya.

Mas Suryat mengangguk. Kali ini dengan tersenyum manis.

“Bisa juga lain dalam rasa bahagia dan ketenteraman hati. Misalnya gaji kalian sama-sama sejuta. Barangkali Kamingsun sudah merasa bahagia dan bersyukur atas gaji yang diterima tadi, sementara kamu mengeluh dan merasa kurang dengan jumlah sejuta itu. Kurang dan selalu merasa kurang!” kata Mas Suryat sambil mengetukkan jemarinya di atas meja kerjanya.

Mbok saya dikasih rumus bagaimana supaya bisa nrima ing pandum, Mas,” pinta Jaka Sulaya.

Ungkapan yang disebut oleh Jaka Sulaya tersebut artinya menerima segala pemberian dengan rasa ikhlas.

“Coba kamu catat. Falsafah Jawa mengatakan sapa temen bakal tinemu yaitu siapa yang bersungguh-sungguh akan menemukan yang ia cari, lalu sapa wani rekasa bakal nggayuh kamulyan, artinya barang siapa berani bersusah payah ia akan meraih kemuliaan. Sampai di sini kamu paham kan?” ujar Mas Suryat mengutip falsafah orang Jawa.

Jaka Sulaya menyimak serius. Lalu Mas Suryat melanjutkan wejangannya.

“Bukan banyaknya harta yang dicari, melainkan berkahnya. Itu yang menjadikan cukup dan mencukupi. Seperti contoh yang tak kemukakan di depan tadi. Sejutanya Kamingsun mungkin banyak berkah di dalamnya.”

Sendika, Mas,” jawab Jaka Sulaya, kedua telapak tangannya mengatup di depan dadanya.

“Rupamu!” ledek Mas Suryat.

Rejeki itu sudah disediakan Gusti Allah untuk setiap manusia. Rejeki tersebut tidak akan kurang, cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia sejak ia lahir hingga matinya nanti. Dan rejeki itu tidak harus berupa uang.