Blog Perjalanan

Dengan adanya blog, cara pejalan mengais informasi tak lagi sama. Manfaatkan seperlunya.

Apakah Anda bisa memercayai isi blog perjalanan? Kadang-kadang. Sebab isinya tidak selalu objektif. Ada blog milik orang-orang tertentu yang memang dibayar perusahaan-perusahaan tertentu untuk urusan pencitraan, hanya menayangkan ulasan yang baik-baik saja, sementara faktanya tidak selalu diungkap secara terang-terangan.

Ada juga blogger yang sengaja menayangkan ulasan positif demi mendapatkan barter tiket pesawat, hotel dan makanan gratis. (Hal ini tentu saja tidak berlaku pada blog di situs web National Geographic Traveller).

“Para blogger tidak memiliki standar etika,” kata pakar blogging Alexander Havais dari Universitas Quinnipiac. “Anda mungkin memercayai isi majalah yang Anda baca karena meyakini reputasi perusahaan yang menerbitkan. Berbeda dengan blog, kepercayaan yang diberikan seringkali dikaitkan dengan siapa blogger-nya.” Akibatnya, Anda mungkin akan “menelan” begitu saja ulasan blog favorit yang belum tentu benar. read more

Sakit rindu

Coba Anda dengarkan lagu ini (maaf jika Anda membukanya menggunakan HP suaranya nggak terdengar):

luwih becik lara untu
daripada sirahe ngelu
sakit cinta, sakit rindu
yen wengi ora bisa turu
yen awan ra doyan mangan
amarga tansah kelingan

betul kowe betul kandhamu
cah ayu tak tunggu-tunggu
ora liya mung sliramu
rina wengi dadi impenku
wani sumpah apa njalukmu
cah ayu, aja ngguya-ngguyu

lali anak, lali bojo
lali wayah, lali petung
rasane wong lagi gandrung
pilih mbacut apa pilih wurung
yen wurung tak trima nggantung

malaria apa malarindu
sedina kaya sewindu
ning awak marakke kuru
numpak dokar mlakune ngulon
wong sabar mesti kelakon

aduh bapak alah aduh biyung
anakmu kaya wong gemblung
kapan ndika paring pitulung
iwak cucut mlebu ning karung
kebacut alias kadhung
ngentekke sawah, ngentekke kalung read more

Cundrik untuk Srintil

uluk-uluk perkutut manggung
teka saka ngendi,
teka saka tanah sabrang
pakanmu apa,
pakanku madu tawon
manis madu tawon,
ora manis kaya putuku, Srintil
~Mantra Nyai Kertareja ketika meniupkan pekasih ke ubun-ubun Srintil~

Menyaksikan film Sang Penari fikiran kita melayang ke tahun 60-an. Sungguh memprihatinkan kondisi Indonesia di tahun itu yang terwakili oleh Dusun Paruk. Sang Penari berhasil menggambarkan betapa terbelakangnya Dusun Paruk.

Saya mencatat beberapa adegan Srintil (Prisia Nasution) dan Rasus (Oka Antara) – yang menurut penilaian obyektif saya – mampu memperkaya imajinasi saya setelah membaca trilogi Ronggeng Dukuh Paruk-nya Ahmad Tohari.

Film diawali oleh sebuah tragedi di masa kecil Srintil. Ayah dan ibunya adalah pembuat tempe bongkrek. Banyak penduduk desa yang memakan tempe bongkrek buatan ayah Srintil, termasuk Jenganten Surti (diperankan oleh Happy Salma) – sang ronggeng saat itu, tewas mengenaskan. Ayah dan ibu Srintil pun ikut meregang nyawa dengan sengaja menelan tempe bongkrek buatannya. read more