Sapardi, pencipta puisi liris

Kebutuhan akan sastra itu naluriah. Tak mungkin orang hidup tanpa sastra. Orang tak bisa hidup tanpa dongeng, cerita, atau gosip. Manusia membutuhkan semua itu agar menjadi manusia.
Sastra itu, kan, teks cerita yang tercetak dalam buku. Namun, sebenarnya dongeng itu juga bisa berbentuk audio visual, seperti film atau sinetron. Itu bentuk lain sastra. Bahkan, kitab suci agama juga diturunkan dalam bentuk dongeng, seperti kisah Adam dan Hawa.
Dari dongeng itu, kita memperoleh nilai, mempertanyakan kebenaran, dan menolong kita untuk menemukan diri sendiri.

~Sapardi Djoko Damono~ read more

Dendam Mustakaweni

Tewasnya keluarga besar Mustakaweni oleh Pandawa, membuat hati gadis itu dirutuki dendam kesumat. Ia bersumpah akan menghabisi keluarga Pandawa, apapun resikonya. Kini, ia tinggal berdua saja bersama kakaknya.

Mustakaweni – lebih kondang disebut Miss Wenny, setelah tahun lalu ia memenangkan kontes kecantikan yang digelar oleh ayahandanya Prabu Bumiloka dari negara Manimantika adalah seorang pendekar pilih tanding yang menjadi andalan negerinya. Tentu saja, sebagai Miss Manimantika ia berkategori 3 B: Beauty, Brain &  Behaviour. Akan tetapi, setelah kesumat menguasai hatinya yang ada hanya kata Bunuh, Bunuh dan Bunuh.

Tanpa sepengetahuan kakaknya, ia pergi meninggalkan rumah untuk mengobrak-abrik Pandawa. Sebuah keputusan yang sembrono. Di perjalananan, ia bertemu dengan seorang pertapa yang bernama Kalapunyangga.

“Putri, janganlah kamu terburu nafsu seperti itu. Bertindaklah yang cerdas, agar kamu bisa memenangkan pertarunganmu nanti melawan Pandawa.” read more

Sultan, DIY dan Gubernur

Ketika Jepang menyerah di akhir Perang Dunia II, Pemerintah Yogyakarta benar-benar mandiri. Kemudian pada saat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII menyambut berdirinya Pemerintah RI serta memberikan pernyataan bahwa mereka berdua berdiri di belakang RI dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Sehubungan dengan pernyataan tersebut, Presiden RI segera mengutus Menteri Negara MR. RM Sartono dan Menteri Keuangan Mr. AA Maramis ke Yogyakarta untuk menyampaikan Piagam mengenai kedudukan Yogyakarta.

Piagam seperti ini juga diberikan kepada Sri Paduka Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam VIII. Memang, pemerintah Daerah Yogyakarta, yang sekarang merupakan Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sejak zaman Hindia Belanda mewujudkan dua kerajaan yang masing-masing berdiri sendiri, yakni Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Projo Pakualaman. Status Kasultanan dan Kadipaten diatur dengan “politik kontrak”, yakni perjanjian antara Gubernur Jenderal Hindia Belanda dengan Sri Sultan dan Sri Paku Alam secara terpisah. Pada masa pendudukan Jepang, kedudukan keduanya tetap diakui, masing-masing memiliki otonomi. Piagam kedudukan Yogyakarta adalah sebagai berikut. read more