Tewasnya keluarga besar Mustakaweni oleh Pandawa, membuat hati gadis itu dirutuki dendam kesumat. Ia bersumpah akan menghabisi keluarga Pandawa, apapun resikonya. Kini, ia tinggal berdua saja bersama kakaknya.
Mustakaweni – lebih kondang disebut Miss Wenny, setelah tahun lalu ia memenangkan kontes kecantikan yang digelar oleh ayahandanya Prabu Bumiloka dari negara Manimantika adalah seorang pendekar pilih tanding yang menjadi andalan negerinya. Tentu saja, sebagai Miss Manimantika ia berkategori 3 B: Beauty, Brain & Behaviour. Akan tetapi, setelah kesumat menguasai hatinya yang ada hanya kata Bunuh, Bunuh dan Bunuh.
Tanpa sepengetahuan kakaknya, ia pergi meninggalkan rumah untuk mengobrak-abrik Pandawa. Sebuah keputusan yang sembrono. Di perjalananan, ia bertemu dengan seorang pertapa yang bernama Kalapunyangga.
“Putri, janganlah kamu terburu nafsu seperti itu. Bertindaklah yang cerdas, agar kamu bisa memenangkan pertarunganmu nanti melawan Pandawa.”
“Ampun Begawan, bisakah engkau memberikan restu dan petunjuk pada saya?”
Begawan Kalapunyangga pun merestui Mustakaweni dan memberikan kesaktian baru dengan kepandaiannya mengubah wujud menjadi Gatotkaca.
“Dengan berubah wujud menjadi Gatotkaca, kamu curi Jamus Kalimasada, jimat sakti milik Pandawa yang kini dipegang oleh Yudhistira, sulung Pandawa. Tanpa Jamus Kalimasada di tangannya, Pandawa akan takluk padamu!”
“Saya menghaturkan beribu terima kasih, Begawan.”
~oOo~
Mustakaweni yang kini berubah wujud menjadi Gatotkaca datang ke Kerajaan Amarta menemui Drupadi, istri Yudhistira. Mengingat Gatotkaca adalah keponakan Yudhistira maka Drupadi sangat mudah diperdaya untuk menyerahkan Jamus Kalimasada kepada Gatotkaca gadungan.
Penyamaran Mustakaweni kurang sempurna, nyatanya Srikandi – adik Drupadi, mencurigai gelagat tidak baik Gatotkaca gadungan. Ia menggertak, Mustakaweni kaget dan berlari membawa Jamus Kalimasada. Srikandi mengejarnya, dan terjadilah pertempuran antara dua wanita tangguh. Namun, Mustakaweni berhasil meloloskan diri dari sergapan Srikandi. Mustakaweni berlari seperti terbang, Srikandi kelelahan.
Dari kejauhan ia melihat sosok lelaki menuju ke tempatnya istirahat. Lelaki itu bernama Bambang Priyambada, yang berniat pergi menghadap Arjuna, yang tidak lain adalah ayahnya. Maklum, semenjak lahir ia belum pernah bertemu dengan Arjuna. Melihat Srikandi yang dlosor di bawah pohon jambu, ia pun menghampiri dan bertanya apa yang terjadi. Srikandi menceritakan semuanya termasuk hilangnya Jamus Kalimasada dari Amarta.
Tanpa pamit pada Srikandi, Bambang Priyambada menyusul Mustakaweni. Niat Priyambada cuma satu. Dengan membawa kembali Jamus Kalimasada ke Pandawa mudah baginya agar diaku anak oleh Arjuna.
Terjadi perang tanding. Langit menggelegar, akibat dua kesaktian yang saling beradu. Bambang Priyambada berhasil merebut Jamus Kalimasada, tetapi Mustakaweni tidak mau tinggal diam. Ia berusaha merebut kembali Jamus Kalimasada yang berada di tangan Bambang Priyambada. Saat pertarungan berlangsung sangat seru, lewatlah Petruk – sang punakawan Pandawa. Tanpa pikir panjang, Bambang Priyambada menyerahkan Jamus Kalimasada tersebut kepada Petruk.
“Truk…. tolong amankan pusaka ini, jangan sampai jatuh ke tangan musuh!”
“Loh…loh… napa niki den?”
Dan Jamus Kalimasada pun berpindah ke tangan Petruk. Bambang Priyambada tidak menyadari bahwa siapa pun yang memegang Jamus Kalimasada, ia akan sakti mandraguna. Pun dengan Petruk, yang nota bene hanya seorang abdi, kini ia menjadi sangat sakti tak terkalahkan oleh siapapun.
Sementara itu, pertarungan Mustakaweni dan Bambang Priyambada tidak menggunakan tangan kosong tetapi masing-masing membawa senjata pamungkasnya. Bambang Priyambada merentangkan busur, siap melesatkan panah sakti ke arah Mustakaweni.
Pertarungan tersebut berlangsung di awan tinggi. Mustakaweni terkena panah, ia lunglai dan jatuh menuju bumi. Dengan cetakan, Bambang Priyambada merengkuh tubuh Mustakaweni dan pelan-pelan membawanya turun. Ia bawa Mustakaweni ke tepi telaga, lalu dengan kesaktiannya ia sembuhkan luka-lukanya.
Akhir kisah Mustakaweni ini, ia menjadi Ny. Bambang Priyambada.